satu malam saat kaubuka kelambu di antara tidur
dan jaga; barangkali engkau bersua kelam mengenakan jaket hitam
topi dan senapan pemburu; bayangkan, engkau tak kuasa berpaling
sementara senapan itu membidik dadamu yang terbuka
apakah engkau akan meluka? apakah engkau masih akan tetap melupa?
satu malam yang remang engkau merapa kelam
menemu sesesok bayang di balik kelambu mengajakmu kencan
semalaman; apakah engkau telah bersiap dan bersuci?
bayang itu telentang di atas ranjang
apakah tubuhmu akan menggelinjang?
di balik kelambu tidur jagamu
selalu berjaga segala bayang mengikuti langkah kaki
alur pikiranmu dan diamdiam mencatatnya dalam agenda harian
dan catatan itu kelak akan menjadi saksi
semua akan berbicara sendiri!
bengkel puisi swadaya mandiri, awal maret 2011
Senin, 28 Februari 2011
A POEM FOR MY VIRGIN SWEETIE
even you come from my womb, sweetie
really I don’t feel to have your future
when you ask to paint your all wall into black
did I push you to have a white color? No
the choice of colors is yours
anyhow, good for you to know many colors and numbers
for your future
you have been released from my womb,
back to the mighty hand to nurture ;
i was sad when you were in quiet seclusion
in favor of the dark color; I try to understand when you said
“In the darkness I saw the light, Mom”
don’t you know my sweetie ? in glooming prison
criminal spreading all over ; growing up controlled by
the hand of the darkness ;
do not imprison your soul in sullen
their seduction never get lonely, you have to go on walking
grab the shining future
SAJAK BAGI ANAK PERAWANKU
meski engkau lahir dari rahimku, anakku
sungguh aku tak merasa memiliki masa depanmu
saat kauminta mengecat hitam segala dinding kamarmu
apakah aku memaksakan warna putih? tidak
pilihan warna ada pada dirimu
tetapi pantas kaumengerti banyak warna dan angka
bagi masa depanmu
engkau telah lepas dari rahimku, kembali dalam asuhan
tangan kekuasaan; aku gelisah saat engkau banyak diam
menyukai warna legam; namun aku mengerti saat kaukatakan
"di dalam legam aku melihat cahaya, ibu"
tahukah wahai anakku? di dalam penjara yang remang
kejahatan bersimaharaja lela; tumbuh dan diasuh oleh tangan
kegelapan; jangan engkau penjara jiwamu dalam kelam
bujukrayunya tak pernah kesepian dan engkau harus tetap berjalan
meraih masa depan gemerlapan
translate by Nugroho Suksmanto
really I don’t feel to have your future
when you ask to paint your all wall into black
did I push you to have a white color? No
the choice of colors is yours
anyhow, good for you to know many colors and numbers
for your future
you have been released from my womb,
back to the mighty hand to nurture ;
i was sad when you were in quiet seclusion
in favor of the dark color; I try to understand when you said
“In the darkness I saw the light, Mom”
don’t you know my sweetie ? in glooming prison
criminal spreading all over ; growing up controlled by
the hand of the darkness ;
do not imprison your soul in sullen
their seduction never get lonely, you have to go on walking
grab the shining future
SAJAK BAGI ANAK PERAWANKU
meski engkau lahir dari rahimku, anakku
sungguh aku tak merasa memiliki masa depanmu
saat kauminta mengecat hitam segala dinding kamarmu
apakah aku memaksakan warna putih? tidak
pilihan warna ada pada dirimu
tetapi pantas kaumengerti banyak warna dan angka
bagi masa depanmu
engkau telah lepas dari rahimku, kembali dalam asuhan
tangan kekuasaan; aku gelisah saat engkau banyak diam
menyukai warna legam; namun aku mengerti saat kaukatakan
"di dalam legam aku melihat cahaya, ibu"
tahukah wahai anakku? di dalam penjara yang remang
kejahatan bersimaharaja lela; tumbuh dan diasuh oleh tangan
kegelapan; jangan engkau penjara jiwamu dalam kelam
bujukrayunya tak pernah kesepian dan engkau harus tetap berjalan
meraih masa depan gemerlapan
translate by Nugroho Suksmanto
PESTA PUISI
kau mengajakku kencan dalam pesta puisi di negeri serinbu seloka
apakah aku mesti mengenakan sepatu kaca dan gaun berenda?
engkau berbisik di telingaku, "ah, kakimu terlampau bagus untuk semua jenis sepatu
dan kulitmu terlampau mulus mengenakan gaun apapun"
sudah kuduga, engkau akan menghujankan kata-kata yang dipungut dari langit
seakan aku akan mabuk jika kaukatakan ada kejora di mataku
bunga tebu tumbuh di sela bibirku
engkau selalu saja menyodorkan madu di tangan kanan
dan racun di tangan kiri
aku tak harus memilih antara madu atau racun
mau tetapi nasib terbantun
tak mau namun hidup terasa diayun
kupastikan, aku takkan mabuk dipesta puisi
sebab puisi yang harus memungut kata dari angkasa
tak harus menyiram kata wangi bunga
puisi adalah diri dan pribadi
pergilah ke pesta yang penuh rayuan dan sanjung puji
aku memilih berdiri di ambang batas ada
dan tiada
akhir februari, 2011
apakah aku mesti mengenakan sepatu kaca dan gaun berenda?
engkau berbisik di telingaku, "ah, kakimu terlampau bagus untuk semua jenis sepatu
dan kulitmu terlampau mulus mengenakan gaun apapun"
sudah kuduga, engkau akan menghujankan kata-kata yang dipungut dari langit
seakan aku akan mabuk jika kaukatakan ada kejora di mataku
bunga tebu tumbuh di sela bibirku
engkau selalu saja menyodorkan madu di tangan kanan
dan racun di tangan kiri
aku tak harus memilih antara madu atau racun
mau tetapi nasib terbantun
tak mau namun hidup terasa diayun
kupastikan, aku takkan mabuk dipesta puisi
sebab puisi yang harus memungut kata dari angkasa
tak harus menyiram kata wangi bunga
puisi adalah diri dan pribadi
pergilah ke pesta yang penuh rayuan dan sanjung puji
aku memilih berdiri di ambang batas ada
dan tiada
akhir februari, 2011
Jumat, 25 Februari 2011
CLEANING THE DUST
; a free translation and appreciation for Dimas Arika Mihardja
self-purifying! That’s what you teach me for five times I rub the dust
that sticks at all over the body. Water gurgling, bailer responding
gently draining glitter and gurgling His affection
kind of early the drizzle come
I wipe out pieces of dust in the heart
in cautious I touch this heart
to be alert and awaked
clean and crystal clear
and the drizzle drop
clinking on the house of prayers roof
seep and then sneak to skin pores
wash up walls of the heartT
that shivering
MEMBERSIHKAN DEBU
by Dimas Arika Mihardja on Wednesday, February 16, 2011 at 6:17am
bersuci! begitulah sehari lima kali engkau ajari aku mengusap debu
yang lengket di seluruh tubuh. gericik air,gayung bersambut
dengan lembut mengucurkan kilau dan gericik kasih-Nya
sepagi ini gerimis jatuh
kuusap serpihan debu di hati
hatihati, kusayangi hati ini
untuk siaga dan terjaga
bersih dan bening
gerimis pun jatuh
berdenting di atap rumah ibadah
meresap lalu menyusup ke pori
membasuh dindingdinding hati
yang merinding
16 februari 2011
Translate by Nugroho Suksmanto
self-purifying! That’s what you teach me for five times I rub the dust
that sticks at all over the body. Water gurgling, bailer responding
gently draining glitter and gurgling His affection
kind of early the drizzle come
I wipe out pieces of dust in the heart
in cautious I touch this heart
to be alert and awaked
clean and crystal clear
and the drizzle drop
clinking on the house of prayers roof
seep and then sneak to skin pores
wash up walls of the heartT
that shivering
MEMBERSIHKAN DEBU
by Dimas Arika Mihardja on Wednesday, February 16, 2011 at 6:17am
bersuci! begitulah sehari lima kali engkau ajari aku mengusap debu
yang lengket di seluruh tubuh. gericik air,gayung bersambut
dengan lembut mengucurkan kilau dan gericik kasih-Nya
sepagi ini gerimis jatuh
kuusap serpihan debu di hati
hatihati, kusayangi hati ini
untuk siaga dan terjaga
bersih dan bening
gerimis pun jatuh
berdenting di atap rumah ibadah
meresap lalu menyusup ke pori
membasuh dindingdinding hati
yang merinding
16 februari 2011
Translate by Nugroho Suksmanto
Kamis, 24 Februari 2011
INONG BALLE, SUI LAN, YESSIKA, DAN NYI GONDOSULI
[ sebuah kisah imajiner di negeri kata-kata]
INONG BALEE bergegas ke ruang ganti pakaian. Ia kenakan jilbab warna kesayangannya. Ia selipkan rencong di pinggangnya lalu bergegas menemui sahabat-sahabatnya di ujung jalan. Di ujung jalan itu NYI GONDOSULI menggeraikan rambut peraknya. Matanya seperti biasa memancarkan kejora. Persis di hadapannya berdiri SUI LAN dan YESSIKA. Mereka bersiap menuju medan laga, menyebarkan virus cinta.
"Jauh tualang kutempuh, kaki melepuh, pikiran kumuh, ke manakah pelabuhan tempat berlabuh?" SUI LAN mulai membuka bibirnya yang mungil dan menyenandungkan nafas perjalanan di medan perjuangan mendapatkan cinta sejati. NYI GONDOSOLI tersenyum dikulum. Pemikirannya selalu ranum dan dengan mudah tercium dari beberapa tombak jaraknya. YESSIKA, seperti biasa, diam merenung sedikit murung.
INONG BALEE yang tergolong paling muda lalu tak mau ketinggalan melontarkan gagasannya, " menatap mulut lorong ini aku dengar lolong menyisir lekukliku rindu yang rindang; memasuki ruang gelap semalaman aku meraba kelam, mabuk di celah bukit dan lembah yang basah lalu terasa ada desah pasrah; aku pun terbang di sela stalagtit dan stalakgit menebar berjuta magnit melangitkan cinta rindu, menggigilkan rasa girang yang rindang; mulai kupahami kini hidup dari lorong ke lorong dari rahim ke rahim-Nya."
NYI GONDOSULI yang mengaku sebagai anaknya SUTO KLUTUK lalu mengucapkan mantra-mantra saktinya sembari merentangkan kedua tangannya; " honocoroko hidupku, dotosowolo tekadku, podojoyonyo arahku, mogobotongo matiku". Angin lalu berkesiur memporandakan rambut NYI GONDOSULI yang berwarna perak. YESSIKA, SUI LAN, dan INONG BALEE lalu tergerak mengikuti langkah demi langkah di belakang NYI GONDUSULI. Mereka berjalan menuju lembah, melewati sawah-sawah, menyusuri aliran sungai hingga sampai ke muara du mulut samodera. Di pesisir pantai mereka lalu melukis warna cinta di butir-butir pasir. Mereka amat menikmati saat lukisan cinta itu dijilat lidah ombak hingga pelan terhapus.
Mereka berempat hakikatnya ialah empat mata angin: Barat, Selatan, Timur, dan Utara. INONG BALEE datang dari Barat, YESSIKA berasal dari Selatan, NYI GONDOSULI dari arah Utra, dan SUI LAN berasal dari Timur. Empat kiblat ini tak terpisahkan dari ekosistem, saling melengkapi dan saling memerlukan satu diantara yang lainnya. Begitu menyebut INONG BALLE, maka akan terikut NYI GONDOSULI, SUI LAN, dan YESSIKA. Begitu, dan seterusnya. Satu halyang membuat dan menjadikan kekuatan mereka ialah cinta. Cintalah yang mengasuh dan membesarkan mereka.
SUI LAN kembali menemukan kata-kata "Pada Sebuah Taman", kemudian dinyanyikan serupa nyayian seribu burung, "Biarkan katupan mata menyatakan gairah bunga yang menyimpan rahasia kekasih. Betapa jeritan kecil dari tisp kuntum,ada tebaran wangi. Dalambisikan angin burung-burung pada mabuk meluruhkan senja. Luruhlah sepi sampai tetes terakhir kerinduanku. Bila sudah tidak jingga lagi dedaunan dan bayang cinta pun fana, aku masih di sini sebab antara kita tak pernah ada sangsi."
Lalu NYI GONDOSULI kembali melantunkan kata-kata yang memiliki kekuatan mantra, "Sejuta bunga, sejuta aroma, selalu setia pada kata: Cinta. April menyimpan gigil, ritualan memanggil sang resi,sang wiku,sang pertapa andika yang berdiri di gapura terimalah tembang jiwa tuk warih gemericik daya menepis sungkawa, sudah sun dengar semuanya: gurit langit tembang dendang doa mantera tabir kabur jadi terang, teduh damai segala rimba gunung dan padang."
Sembari memandang riak dan ombak lautan yang bergelora, INONG BALLE pun turut menjadi saksi " ketika kita terhuyung-huyung dalam goncangan panjang, ketika kita bersidekap rapat dengan bumki, ketika kita tak pernah tahu tanah rekah, air laut surut berdepa-depa, ketika ia menjulurkan lidahnya ke angkasa, ikan-ikan menggelepar,pasir-pasir mengering, rumput laut tak sembunyi di balik karang, lalu sebagian dari kita berhamburan ke tengah pasir, silau oleh gemerlap sisik ikan, bagai kunang-kunang yang mabuk cahaya,seakan bara siap mengharumkannya, perut sejengkal sudah sehasta, berbongkah-bongkah daging merah, gerah menari di lidahnya..."
YESSIKA berjalan menuju karang lalu dari mulutnya meloncat baris-baris syair ini:" lalu sepi menyileti dan nyeri ngucap kalimat tobat; hati kembali suci terkafani; sepikat cinta, sepekat noda dosa kembali memisteri : lorong di hidung menafaskan hidup; lolong di sepanjang lorong jalan dan gang mengejang mengajak pulang ke asal mula lorong: a l a n g k a h p a n j a n g lolong di lorong ini saat senyap kembali mengerjap dan menyergap!
EMPAT KIBLAT, empat mata angin telah merapat di pesisir pantai. Riak dan ombak terus bergerak. Ombak berkembang menjadi gelombang dan mereka tak henti menyanyikan kasih sayang sepanjang tualang.
SAJAK LOLONG SEPANJANG LORONG
menatap mulut lorong ini aku dengar lolong
menyisir lekukliku rindu yang rindang
masuk di ruang gelap semalaman aku meraba kelam
mabuk di celah bukit dan lembah yang basah
ada desah pasrah menggelinjang di ranjang
aku pun terbang di sela stalagtit dan stalakgit menebar berjuta magnit
melangitkan cinta rindu
menggigilkan rasa girang yang rindang
yang merinding
mulai kupahami :
hidup dari lorong ke lorong
dari rahim ke rahim-Nya
lalu sepi menyileti
dan nyeri ngucap kalimat tobat
hati kembali suci terkafani
sepikat cinta, sepekat noda dosa
kembali memisteri : lorong di hidung
menafaskan hidup;
lolong di sepanjang lorong
jalan dan gang mengejang
mengajak pulang
ke asal mula lorong:
a l a n g k a h p a n j a n g
lolong di lorong ini saat senyap kembali mengerjap
dan menyergap!
bengkel puisi swadaya mandiri jambi, 2010
menyisir lekukliku rindu yang rindang
masuk di ruang gelap semalaman aku meraba kelam
mabuk di celah bukit dan lembah yang basah
ada desah pasrah menggelinjang di ranjang
aku pun terbang di sela stalagtit dan stalakgit menebar berjuta magnit
melangitkan cinta rindu
menggigilkan rasa girang yang rindang
yang merinding
mulai kupahami :
hidup dari lorong ke lorong
dari rahim ke rahim-Nya
lalu sepi menyileti
dan nyeri ngucap kalimat tobat
hati kembali suci terkafani
sepikat cinta, sepekat noda dosa
kembali memisteri : lorong di hidung
menafaskan hidup;
lolong di sepanjang lorong
jalan dan gang mengejang
mengajak pulang
ke asal mula lorong:
a l a n g k a h p a n j a n g
lolong di lorong ini saat senyap kembali mengerjap
dan menyergap!
bengkel puisi swadaya mandiri jambi, 2010
BUSUR CINTA YESSIKA
[sebuah sajak yang mungkin saja mengingatkan "pacar senja" joko pinurbo]
Kekasih Senja duduk di beranda. Pandang matanya mengarah ke barat. Matahari berkilau dengan emasnya. Ia seakan mendengar kepak sayap dan derap kaki kuda, seseorang pengembara membawa gendewa berpanah asmara. Kekasih Senja masih bersetia dengan keyakinan: Ia akan datang pada satu masa membawa tanda cinta. Begitulah, Kekasih Senja selalu memanjatkan doa dan pengharapannya, membahasakan rindu dan penantiannya dengan sebongkah rasa yang meruah.
"Aku datang, Cinta!" dengan jelas ia mendengar kerisik angin yang menggesek daun-daun waru di belakang rumahnya. Daun-daun waru itu, yang semula penuh dengan debu, bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan seakan melafazkan dzikir. Rimbun daun waru itu lalu menghijau oleh desau dan belaian angin. Angin lalu berbisik dengan kerisiknya yang khas, "Aku membawa warta, masa yang kalian tunggu sedegap rindu telah melesat meuju ke mari. Ia menunggang kuda putih dan di pungungnya tergendong gendewa berbusur cinta."
"Begitukah?"
Kekasih Senja lalu berdiri dengan gairah. Dadanya terasa sesak oleh harap dan keinginan berdekapan. Matahari telah tenggelam di ufuk keteduhan. Kekasih Senja memasuki ruang pribadinya untuk bersegera melakukan ritual penyambutan. Ia bergegas mandi keramas. Air menderas. Membasuh seluruh tubuh Kekasih Senja. Dari bibir mungilnya lalu terdengar senandung " Aku masih, seperti dahulu.Menunggumu sampai akhir hidupku..." Byur. Byur. Suara air menyiram tubuhnya yang jelita.
Pelan tetapi pasti Kekasih Senja membentangkan sajadah. Telah ia kenakan kelengkapan ritual pemujaan untuk menyambut pengendara kuda bersayap yang menggendong gendewa berbusur cinta. Pelan Kekasih Senja membuka pintu di dadanya. Ia buka pula segala yang bernama jendela. Lalu dengan desah pasrah meluncurlah kidung dan senandung puja-puji yang meluncur dari beranda dadanya. Kekasih Senja seperti sedia kala, bersiap menyambut kehadiran demi kehadiran Sang Pujaan.
Sanggar Kreasi, 24 Februari 2011
Kekasih Senja duduk di beranda. Pandang matanya mengarah ke barat. Matahari berkilau dengan emasnya. Ia seakan mendengar kepak sayap dan derap kaki kuda, seseorang pengembara membawa gendewa berpanah asmara. Kekasih Senja masih bersetia dengan keyakinan: Ia akan datang pada satu masa membawa tanda cinta. Begitulah, Kekasih Senja selalu memanjatkan doa dan pengharapannya, membahasakan rindu dan penantiannya dengan sebongkah rasa yang meruah.
"Aku datang, Cinta!" dengan jelas ia mendengar kerisik angin yang menggesek daun-daun waru di belakang rumahnya. Daun-daun waru itu, yang semula penuh dengan debu, bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan seakan melafazkan dzikir. Rimbun daun waru itu lalu menghijau oleh desau dan belaian angin. Angin lalu berbisik dengan kerisiknya yang khas, "Aku membawa warta, masa yang kalian tunggu sedegap rindu telah melesat meuju ke mari. Ia menunggang kuda putih dan di pungungnya tergendong gendewa berbusur cinta."
"Begitukah?"
Kekasih Senja lalu berdiri dengan gairah. Dadanya terasa sesak oleh harap dan keinginan berdekapan. Matahari telah tenggelam di ufuk keteduhan. Kekasih Senja memasuki ruang pribadinya untuk bersegera melakukan ritual penyambutan. Ia bergegas mandi keramas. Air menderas. Membasuh seluruh tubuh Kekasih Senja. Dari bibir mungilnya lalu terdengar senandung " Aku masih, seperti dahulu.Menunggumu sampai akhir hidupku..." Byur. Byur. Suara air menyiram tubuhnya yang jelita.
Pelan tetapi pasti Kekasih Senja membentangkan sajadah. Telah ia kenakan kelengkapan ritual pemujaan untuk menyambut pengendara kuda bersayap yang menggendong gendewa berbusur cinta. Pelan Kekasih Senja membuka pintu di dadanya. Ia buka pula segala yang bernama jendela. Lalu dengan desah pasrah meluncurlah kidung dan senandung puja-puji yang meluncur dari beranda dadanya. Kekasih Senja seperti sedia kala, bersiap menyambut kehadiran demi kehadiran Sang Pujaan.
Sanggar Kreasi, 24 Februari 2011
Rabu, 23 Februari 2011
SONATA SENJA DI BATAS KATA
alun syair lagu itu telah meliuk dan masuk
ke kamar pengantin yang penuh dengan riasan bunga
dan aroma; katakata lalu saling taut, menyebut sepatah kata "cinta"
dan "setia"--pandang mataNya menjadi saksi romantika
saat bibirbibir tergetar melafazkan qasidah persembahan
kekasih, dengan apakah kusandingkan cintaku?
dengan kicau murai pagi hari saat mentari menyebar kehangatan?
dengan denting resital piano dan orkestra yang menggemakan symphoni?
aku lebih memilih jadi embun diujung daun yang bening
seperti engkau juga telah memilih;
takletih mengurai kabut di mata kekasih
kini, di ambang sore
sama kita eja warna senja
di batas kata: bersetia menagih makna.
sanggar kreasi, 2011
ke kamar pengantin yang penuh dengan riasan bunga
dan aroma; katakata lalu saling taut, menyebut sepatah kata "cinta"
dan "setia"--pandang mataNya menjadi saksi romantika
saat bibirbibir tergetar melafazkan qasidah persembahan
kekasih, dengan apakah kusandingkan cintaku?
dengan kicau murai pagi hari saat mentari menyebar kehangatan?
dengan denting resital piano dan orkestra yang menggemakan symphoni?
aku lebih memilih jadi embun diujung daun yang bening
seperti engkau juga telah memilih;
takletih mengurai kabut di mata kekasih
kini, di ambang sore
sama kita eja warna senja
di batas kata: bersetia menagih makna.
sanggar kreasi, 2011
Minggu, 20 Februari 2011
PADA SUATU HARI, SUI LAN DAN YESSIKA MELEPAS KERINDUAN DI ANTARA KAPAL BERLABUH
Di gigir pantai landai Sui Lan duduk. Wajahnya tertunduk. Terbaca sebuah kecamuk di dalam dadanya yang gemuruh. Yessika duduk di sebelahnya merenda senja. Bunga kata-kata teronce sepanjang sore. Yessika meminta Sui Lan membahasakan perasaannya. Sui Lan, pelan membacakan puisi kerinduan yang penuh genang kenangan mencinta, puisi itu tentu saja gubahan Arsyad Indradi, kekasihnya, yang kutahu puisi itu termuat dalam buku "Nyanyian Seribu Burung" (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2006) :
Pada Suaatu Hari
Berjalanlah ia bersama syairnyaMenuju lembah dan perbukitanDengan suatu harapan dan kenanganOhai merapatlah cintaku yang berderai
Di suatu senja yang kekanakakanakanJatuhlah hatinya menahan empasan pandangDaundaun yang gugur dari dahan yang keringDihisap panasnya hari
Di antara ketiduran semuanyaWajah yang penuh terkumpul maknaDitiupnya seruling sajaknyaBagai kapal hendak merapat ke dermaga
Ohai pulanglah anakanak hilangPulanglah dengan segenap cintaAgar kulihat sinar rembulanKarena kita satu jiwaKarena kita leluhur bangsa
Banjarmasin, 1971
Yessika terpana menyimak gelegak rasa dalam sajak. Ia manangkap kerinduan yang dalam. Cinta yang mengaroma. Senja kian berwarna. Yessika dan Sui Lan saling pandang. Keduanya lalu melihat kapal-kapal merapat di pelabuhan, di dermaga cinta. “Sui Lan, “ bisik Yessika pelan seakan sebuah kelembutan yang menyelimuti dan memberi kehangatan. “Aku tahu, engkau telah jauh berjalan bersama syairmu menuju lembah dan mendaki perbukitan dengan satu harapan dan kenangan. Aku bisa merasakan betapa ceria cintamu saat itu.”
Sui Lan duduk. Diam. Kenangan demi kenangan mengambang di bening mata keharuan. Jemari tangan Yessika lalu menyisir helai demi helai rambut Sui Lan yang berjuntai di dadanya yang berbunga. “Apa yang membuatmu diam, Sui Lan?” bisik Yessika dengan alunan suara seperti desah angin samudera. “Yessika, “ jawab Sui Lan pelan seolah suaranya penuh getar keharuan, lalu mengisahkan kenangannya bersama si dia (Arsyad Indradi) “Di suatu senja yang kekanakkanakan jatuhlah hatinya menahan empasan pandang, daundaun yang gugur dari dahan yang kering dihisap panasnya hari.”
Sui Lan kian merunduk. Hatinya terasa diaduk-aduk oleh semacam kecamuk. Lalu dengan desah yang basah ia melanjutkan kisahnya “Di antara ketiduran semuanya, wajah yang penuh terkumpul makna, ditiupkannya seruling sajaknya bagai kapal hendak merapat ke dermaga.”
Yessika tercekat lidahnya, tergetar dadanya. Sebuah keharuan menyusup bersama ayunan kenangan Sui Lan yang mengisahkan kisah perjumpaannya dengan lelaki idamannya, Arsyad Indradi. Bisik Yessika di telinga Sui Lan, “ Lantas, apa sebenarnya yang membuat hujan menderas dari retina matamu?” Suilan diam. Ia mengatur kekuatan untuk mengungkapkan sebuah kenangan bersama lelaki idamannya. Jawab Sui Lan pelan “Ohai pulanglah anakanak hilang, pulanglah dengan segenap cinta agar kulihat sinar rembulan karena kita satu jiwa,karena kita leluhur bangsa”.
Sui Lan menangis, langit menumpahkan gerimis. Yessika terpana sekan tak percaya mendengar sebuah kisah-kasih yang begitu tragis-mengiris. Yessika pelan berdiri di atas karang. Lalu dengan lantang ia membacakan sebuah puisi lawas karya Arsyad Indradi, si penyair Gila dari Banjarbaru. Sebuah puisi yang ditulis tahun 1972 luar biasa menyumbulkan alampikir transendental-filosofis :
Antara Kapal Berlabuh
jangan ada sangsi ketika puput penghabisanpertanda senja akan membawa kitake ombak yang paling jauhmuara tak lagi perbatasan bertolaknyasebuah kapal yang sarat dengan riwayatyang aksarakan pada sebuah perjalanandan burungburung laut melepaskankepaknya ke karangkarang ketikakelam menyempurnakan malamadalaah masasilam yang kita sauhkanpada alir usia kita sebablangit tak lagi dapat menyimpanpandangan mata bila kita akanmenghitung nasib antara kapalberlabuh dengan pelabuhandi mana kita menambatkan keyakinanmaka layar telah kita kembangkansebab laut adalah sebuah jalaan panjangyang mesti kita tempuhdan kita takperlu lagi berpaling
Banjarmasin, 1972
Sui Lan terdiam. Yessika bungkam. Keduanya saling berpelukan dalam keabadian cinta. Langit pesta warna. Laut bergelora. Cinta bergema sepanjang masa.
Sabtu, 19 Februari 2011
SAJAK DAM NAMPANG DI KOMPAS.COM DAN EVOLITERA
DEMI MASA, YESSIKA MENEGURMU
kita telah membaca lembar awal diary yessika
demi masa, yessika memberi sinyal tentang makna senyum pada daun
dan gerak pendulum. yessika menegurmu ketika podium dan mimbar meneriakkan katakata
yang tak layak kalian simak. jalan penuh batu dan debu.
hati ditumbuhi benalu waktu.
demi masa, yessika menulis sajak dengan tinta cinta
apakah yang kalian raih dengan kesiasiaan?
demi masa, kembalilah belajar mengeja huruf dan menyusunnya menjadi doa
menyusun rimbun kata menjadi hutan makna
menyusun jari merapat ke hati
desmi masa, hentikan perjalanan tanpa rambu
kembalilah pada isak ibumu. ciumilah di telapak kakinya
sebab kalian hanyalah debu di kakiku
menangislah seperti abu di akhir pembakaran
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
kita telah membaca lembar awal diary yessika
demi masa, yessika memberi sinyal tentang makna senyum pada daun
dan gerak pendulum. yessika menegurmu ketika podium dan mimbar meneriakkan katakata
yang tak layak kalian simak. jalan penuh batu dan debu.
hati ditumbuhi benalu waktu.
demi masa, yessika menulis sajak dengan tinta cinta
apakah yang kalian raih dengan kesiasiaan?
demi masa, kembalilah belajar mengeja huruf dan menyusunnya menjadi doa
menyusun rimbun kata menjadi hutan makna
menyusun jari merapat ke hati
desmi masa, hentikan perjalanan tanpa rambu
kembalilah pada isak ibumu. ciumilah di telapak kakinya
sebab kalian hanyalah debu di kakiku
menangislah seperti abu di akhir pembakaran
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MEMBACA YESSIKA
saat membaca kalam. semuanya melindap.
hanya isyarat meriwayatkan ayatayat.
kesenyapan benarbenar terasa menyergap, dan hati
tersayatsayat. gelap. aku tergagap. lalu cahaya
gemerlap memercikkan bunga api cintamu, yessika
di dada hanya degup yang berdegap
suara guruh yang gaduh, suarasuara
mengaduh. aku bersimpuh
melepuh
yessika, cahayakan hati. cahayakan lagi
cahayakan api berwarna pelangi,
cahayakan. senyap menyergap
semuanya kembali melindap!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
saat membaca kalam. semuanya melindap.
hanya isyarat meriwayatkan ayatayat.
kesenyapan benarbenar terasa menyergap, dan hati
tersayatsayat. gelap. aku tergagap. lalu cahaya
gemerlap memercikkan bunga api cintamu, yessika
di dada hanya degup yang berdegap
suara guruh yang gaduh, suarasuara
mengaduh. aku bersimpuh
melepuh
yessika, cahayakan hati. cahayakan lagi
cahayakan api berwarna pelangi,
cahayakan. senyap menyergap
semuanya kembali melindap!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
INI DAGING, YESSIKA ...
: mas wilu ningrat
ini sejarah daging, mas wilu. padahal yessika tak mau daging
ia tak mengunyah roti, tak suka sanjungpuji. tapi ini riwayat daging
yang berjalan di bibir pantai, menyisir desir dan menafsir arah angin
semilir. di tepi laut yang hidup sering bertaut dua daging yang berdoa
semoga abadi. padahal kekal dan abadi hanyalah milik yessika,
ya ia yang esa.
di pantai, riak mencipta ombak. ombak mendesak gelombang
dan gelombang mempermainkan lidah yang menjilati dagingdaging
kering. dagingdaging yang tak berkening dan berhati. tak. daging
yang berjalan hanya menyisir desir pasir, melukis wajah hati yang digilas
riak yang mengombak.
ini sejarah daging, mas wilu. memandangnya, sungguh aku merasa ngilu
dan ingin membasuh dagingdaging itu dengan air wudlu, bening danau
kicau murai atau burung gereja pagi hingga petang. ini daging lelaki dan wanita
yang berjalan menyisir pantai landai,
melupa yessika!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
: mas wilu ningrat
ini sejarah daging, mas wilu. padahal yessika tak mau daging
ia tak mengunyah roti, tak suka sanjungpuji. tapi ini riwayat daging
yang berjalan di bibir pantai, menyisir desir dan menafsir arah angin
semilir. di tepi laut yang hidup sering bertaut dua daging yang berdoa
semoga abadi. padahal kekal dan abadi hanyalah milik yessika,
ya ia yang esa.
di pantai, riak mencipta ombak. ombak mendesak gelombang
dan gelombang mempermainkan lidah yang menjilati dagingdaging
kering. dagingdaging yang tak berkening dan berhati. tak. daging
yang berjalan hanya menyisir desir pasir, melukis wajah hati yang digilas
riak yang mengombak.
ini sejarah daging, mas wilu. memandangnya, sungguh aku merasa ngilu
dan ingin membasuh dagingdaging itu dengan air wudlu, bening danau
kicau murai atau burung gereja pagi hingga petang. ini daging lelaki dan wanita
yang berjalan menyisir pantai landai,
melupa yessika!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MEMINANGMU, YESSIKA
saat februari memanen bunga cinta, aku datang meminangmu yessika.
kubingkiskan padamu sebuah hati yang merekahkan tahiyat awal
di antara jeda, sebelum pada akhirnya kita berciuman
di luas sajadah cinta. terimalah mahar cintaku, yessika
sebuah puisi yang merisalahkan rubaiyat matahati
yessi, di ranjang ini sama kita urai misteri matahari
dan rembulan. jangan gerhanakan lagi api cemburu
yang selalu memburu, membakar gelisah rasa
di beranda ini, yessi
kita untai dan urai misteri jarak
dalam nafas menggelegak!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
saat februari memanen bunga cinta, aku datang meminangmu yessika.
kubingkiskan padamu sebuah hati yang merekahkan tahiyat awal
di antara jeda, sebelum pada akhirnya kita berciuman
di luas sajadah cinta. terimalah mahar cintaku, yessika
sebuah puisi yang merisalahkan rubaiyat matahati
yessi, di ranjang ini sama kita urai misteri matahari
dan rembulan. jangan gerhanakan lagi api cemburu
yang selalu memburu, membakar gelisah rasa
di beranda ini, yessi
kita untai dan urai misteri jarak
dalam nafas menggelegak!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
PESAN YESSIKA PADA HALAMAN MUKA
pada halaman muka, setelah bismillahirrohmanirrohim
yessika menuliskan pesan singkat serupa ayat:
lihatlah pohonpohon hayat yang tak lelah meriwayatkan
kerinduan mendalam. akar-nya menghunjam tanah, tanah
menyangga batang yang bercabang. reranting kering
akan berganti tunas yang baru. bacalah, di daundaun yang merindang
tergurat urat yang mendedahkan hidup yang kian kuyup
pada halaman muka juga, tertulis kaligrafi yang indah:
Iqro' Bismirobbikal ladzii Kholaq, bacalah dengan nama tuhanmu
pokokpokok kayu yang menyangga hidupmu. bacalah
hanya semata kehendak-nya. pohon hayat selalu saja
menyenandungkan pujapuji bersama angin yang lesat
bersama kicau murai dan burung gereja
pada halaman muka, di setiap pinggirnya terhias
pigura berdinding kaca. bercerminlah pada bening danau
membasuh wajah resah waktu dan tinggalah di kedalaman
dekapku!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
pada halaman muka, setelah bismillahirrohmanirrohim
yessika menuliskan pesan singkat serupa ayat:
lihatlah pohonpohon hayat yang tak lelah meriwayatkan
kerinduan mendalam. akar-nya menghunjam tanah, tanah
menyangga batang yang bercabang. reranting kering
akan berganti tunas yang baru. bacalah, di daundaun yang merindang
tergurat urat yang mendedahkan hidup yang kian kuyup
pada halaman muka juga, tertulis kaligrafi yang indah:
Iqro' Bismirobbikal ladzii Kholaq, bacalah dengan nama tuhanmu
pokokpokok kayu yang menyangga hidupmu. bacalah
hanya semata kehendak-nya. pohon hayat selalu saja
menyenandungkan pujapuji bersama angin yang lesat
bersama kicau murai dan burung gereja
pada halaman muka, di setiap pinggirnya terhias
pigura berdinding kaca. bercerminlah pada bening danau
membasuh wajah resah waktu dan tinggalah di kedalaman
dekapku!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
DALAM DIARIKU, HANYA ADA YESSIKA
bukalah halaman pertama, nama yessika tersenyum
menyapamu dengan hangat. seraut wajah
yang menyemburatkan gairah, mawar merekahkan aura-nya
yessika selalu hadir melengkapi harihari bersama cahaya mentari
ia tak lelah meskipun bersamanya terasa meleleh. jessika
tiap malam memainkan melodi dan menyenandungkan
gita sejuta rahasia. yessika selalu menebar pesona
penuh getar menawarkan magma makna. ia tak selesai diurai
selalu memisteri dan menyuntikkan energi api. yessika
menuliskan pesan singkat, tapi selamanya selalu kuingat
: "berjalanlah hanya pada arah yang benar"
dan aku lantas tergetar. senar jiwaku serupa riak yang jadi ombak
menjelma gelombang yang tak pernah surut. yessika
ialah sihir yang menjelma dzikir!
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
bukalah halaman pertama, nama yessika tersenyum
menyapamu dengan hangat. seraut wajah
yang menyemburatkan gairah, mawar merekahkan aura-nya
yessika selalu hadir melengkapi harihari bersama cahaya mentari
ia tak lelah meskipun bersamanya terasa meleleh. jessika
tiap malam memainkan melodi dan menyenandungkan
gita sejuta rahasia. yessika selalu menebar pesona
penuh getar menawarkan magma makna. ia tak selesai diurai
selalu memisteri dan menyuntikkan energi api. yessika
menuliskan pesan singkat, tapi selamanya selalu kuingat
: "berjalanlah hanya pada arah yang benar"
dan aku lantas tergetar. senar jiwaku serupa riak yang jadi ombak
menjelma gelombang yang tak pernah surut. yessika
ialah sihir yang menjelma dzikir!
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
EKSTASE, MALAM HUJAN
gerimiskan lagi pada bumi yang tengadah. pasrah
menyerahkan diri lewat gelinjang jemari malam hari. aku sakau
dipukau senyum-mu, sekarat saat meriwayatkan rubaiyat
pada tahiyat akhir: dzikir. dzikir
ngalir dan mencairkan hujan di mata. ricik-nya
membasuh debu di hati merindu. rintikkan lagi, gelitikkan
suara hujan menderas dalam hati. o, aku merasa jadi sungai
yang menghanyutkan kabut maut. aku menjadi ramarama berputar
mengelilingi rawa. o, gericikkan lagi irama hujan itu. aku
ingin cair dan mengalir
pada bidang dadamu yang telanjang
yang menggenang. aku hanya nyaman dan tenang
di keluasan pandang mata hujan berkilauan.
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
gerimiskan lagi pada bumi yang tengadah. pasrah
menyerahkan diri lewat gelinjang jemari malam hari. aku sakau
dipukau senyum-mu, sekarat saat meriwayatkan rubaiyat
pada tahiyat akhir: dzikir. dzikir
ngalir dan mencairkan hujan di mata. ricik-nya
membasuh debu di hati merindu. rintikkan lagi, gelitikkan
suara hujan menderas dalam hati. o, aku merasa jadi sungai
yang menghanyutkan kabut maut. aku menjadi ramarama berputar
mengelilingi rawa. o, gericikkan lagi irama hujan itu. aku
ingin cair dan mengalir
pada bidang dadamu yang telanjang
yang menggenang. aku hanya nyaman dan tenang
di keluasan pandang mata hujan berkilauan.
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
RITUS MATAHARI
setiap pagi, matahari mandi di telaga warna. ia mengambang
di atas riak dan ombak lalu menyelam bersama kabut yang diamdiam
tak mau susut. ia kadang membasuh wajahnya dengan embun
yang memercik dari jemari lentik. ia kadang tertegun di celah lembah
dan gununggunung. tiap pagi, matahari menyulam cahaya dan menghibahkannya
pada daun, menyempurnakan menguapnya embun
menjelang siang, matahari masih telanjang. ia bersahabat dengan angin
yang membisikkan pesan petualang: pulanglah ke balik kelam! angin
dan matahari menari dan saling tertarik pada larik sajak tentang bunga
dan gulagula. di atas langit cerlang, matahari memanggang insaninsan
malang, petualang tak kenal pulang. terus melenggang
senja menjemput matahari bersama doa. iringan kabut dengan ringan
turun di telaga, hinggap di dahandahan, dan berjalin-berkelindan
memanggil rembulan. upacara selesai, matahari kembali menuju peraduan
mengenakan jubah hitam!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
setiap pagi, matahari mandi di telaga warna. ia mengambang
di atas riak dan ombak lalu menyelam bersama kabut yang diamdiam
tak mau susut. ia kadang membasuh wajahnya dengan embun
yang memercik dari jemari lentik. ia kadang tertegun di celah lembah
dan gununggunung. tiap pagi, matahari menyulam cahaya dan menghibahkannya
pada daun, menyempurnakan menguapnya embun
menjelang siang, matahari masih telanjang. ia bersahabat dengan angin
yang membisikkan pesan petualang: pulanglah ke balik kelam! angin
dan matahari menari dan saling tertarik pada larik sajak tentang bunga
dan gulagula. di atas langit cerlang, matahari memanggang insaninsan
malang, petualang tak kenal pulang. terus melenggang
senja menjemput matahari bersama doa. iringan kabut dengan ringan
turun di telaga, hinggap di dahandahan, dan berjalin-berkelindan
memanggil rembulan. upacara selesai, matahari kembali menuju peraduan
mengenakan jubah hitam!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
RITUS SENJA
: mantra bunga
senja bersuci
mengunci diri sendiri
bulan berenang di ranjang,
terlentang bersama bintang
hujan di matamu,
menari sakau membiru
hutan di dadamu,
gemuruh gelorakan rindu memburu
kidung bunga mengembang
kicau burung melagu merdu
tujuh riitus senja
delapan muara sutra
kata cinta terbata, lantunkan doa
sehati setia
senja bersuci diri
ritual mengunci fantasi
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi, 2010
: mantra bunga
senja bersuci
mengunci diri sendiri
bulan berenang di ranjang,
terlentang bersama bintang
hujan di matamu,
menari sakau membiru
hutan di dadamu,
gemuruh gelorakan rindu memburu
kidung bunga mengembang
kicau burung melagu merdu
tujuh riitus senja
delapan muara sutra
kata cinta terbata, lantunkan doa
sehati setia
senja bersuci diri
ritual mengunci fantasi
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi, 2010
LUKISAN SENJA
langit putih ialah kanvas, seperti terkelupas. aku mencium
nafas pada awan yang isyaratkan hujan di matamu, kekasih
kukisahkan padamu tentang pendar warna pelangi, melengkung
di alis mata. ya, telah kita goreskan erang tertahan
di puncak malam penuh bintang.
sajak ini membisikkan suara kedalaman hati yang digoreskan
oleh kuas pada langitlangit cintaku. ya, hanya langitlah yang menyimpan
dan menyiapkan legitnya bercinta. kanvas langit hatiku penuh goresan kaligrafi
berbingkai mahligai.
pada cuaca pancaroba, tak lelah kulukis senyum mentari
yang selalu hadir dengan kesetiaan purba. bangkit. bangkitlah
dari rasa sakit encok, pegel linu, dan nyeri hari. di senjakala
kita purnamakan segenap rasa cinta sepenuh cahaya
di matamu, kekasih!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
langit putih ialah kanvas, seperti terkelupas. aku mencium
nafas pada awan yang isyaratkan hujan di matamu, kekasih
kukisahkan padamu tentang pendar warna pelangi, melengkung
di alis mata. ya, telah kita goreskan erang tertahan
di puncak malam penuh bintang.
sajak ini membisikkan suara kedalaman hati yang digoreskan
oleh kuas pada langitlangit cintaku. ya, hanya langitlah yang menyimpan
dan menyiapkan legitnya bercinta. kanvas langit hatiku penuh goresan kaligrafi
berbingkai mahligai.
pada cuaca pancaroba, tak lelah kulukis senyum mentari
yang selalu hadir dengan kesetiaan purba. bangkit. bangkitlah
dari rasa sakit encok, pegel linu, dan nyeri hari. di senjakala
kita purnamakan segenap rasa cinta sepenuh cahaya
di matamu, kekasih!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
BUKET BUNGA BAGI MEI HUA
kota melahirkan kata dan taman bunga. kita duduk di taman ini
merenda tangga nada, menguntai jemari melodi, menangkap puisi
yang terbang mengepakkan sayap malaikat. kita tangkap kelebat-nya
dalam rahasia wangi bunga dan mengabadikannya dalam gita
yang menggila. angin datang menggelombang
di rambutmu yang basah. burungburung kecil bersiul dan menyanyikan
serenada merah maroon, bunga merah, hati bergairah. kita simak kerisik
daun yang merimbun. rumput sujud melaratkan harap yang lindap. tak ada awan
udara terasa nyaman. gericik air memercikkan kedamaian. kehangatan
sengatan matahari bersipongggang menyanyikan balada sepanjang
jalan mendaki bukit. ya, bukit berbunga mengarumkan nirwana. ada juga
lembah dan desah kepasrahan dahan flamboyan. bougenvil menggigilkan
kerinduan tak terlunaskan. kita ngungun di hangat unggun sajak:
sama terisak!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
kota melahirkan kata dan taman bunga. kita duduk di taman ini
merenda tangga nada, menguntai jemari melodi, menangkap puisi
yang terbang mengepakkan sayap malaikat. kita tangkap kelebat-nya
dalam rahasia wangi bunga dan mengabadikannya dalam gita
yang menggila. angin datang menggelombang
di rambutmu yang basah. burungburung kecil bersiul dan menyanyikan
serenada merah maroon, bunga merah, hati bergairah. kita simak kerisik
daun yang merimbun. rumput sujud melaratkan harap yang lindap. tak ada awan
udara terasa nyaman. gericik air memercikkan kedamaian. kehangatan
sengatan matahari bersipongggang menyanyikan balada sepanjang
jalan mendaki bukit. ya, bukit berbunga mengarumkan nirwana. ada juga
lembah dan desah kepasrahan dahan flamboyan. bougenvil menggigilkan
kerinduan tak terlunaskan. kita ngungun di hangat unggun sajak:
sama terisak!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SETELAH HURUHARA, BUNGA ITU CINTAKU
setelah huruhara, bunga itu cintaku tetap menebarkan
wangi-nya. kita hirup lembut aura warna jingga yang singgah
saat senja. di beranda ini tumbuh menyemak semerbak bunga
merah merekah indah. biru merindu cumbu. kuning mengerling jemari
kasih sayang. putih membagi kasih. bunga itu
tumbuh juga di taman hati. mengorak kelopak
gelegak sajak. helaihelai belaian jemari tangantangan kasih
tak letih meneteskan embun pada hijau daun. bunga itu
kasihku, mengabadikan rasa terdalam
di kedalaman genggam
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
setelah huruhara, bunga itu cintaku tetap menebarkan
wangi-nya. kita hirup lembut aura warna jingga yang singgah
saat senja. di beranda ini tumbuh menyemak semerbak bunga
merah merekah indah. biru merindu cumbu. kuning mengerling jemari
kasih sayang. putih membagi kasih. bunga itu
tumbuh juga di taman hati. mengorak kelopak
gelegak sajak. helaihelai belaian jemari tangantangan kasih
tak letih meneteskan embun pada hijau daun. bunga itu
kasihku, mengabadikan rasa terdalam
di kedalaman genggam
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
KENDURI AIRMATA
ini airmata bunda. silakan diminum saat dahaga, o, anak lanang
yang melupa pulang. dahagamu menggenangi jalan
dan tumpah di senayan. ini airmata terus saja mengalir tapi tak mampu menyetir dan menyihir
pola pikirmu. seperti spiral, pikiranmu berputarputar di sekitar pusar. engkau
seperti pasar yang menjajakan makanan instan.
ini airmata bunda. perasan segala perasaan duka. o, anak perawan
yang merenda masa depan. kenapa engkau selalu saja berbincang tentang lelaki
penungang kuda yang akan menjemputmu ke istana? istana dihuni oleh orangorang
yang suka bergoyang. di istana mereka merayakan resepsi dan kenduri, purapura
bertanggung jawab kasus century.
ini airmata bunda. santaplah
kala kalian kehausan!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
ini airmata bunda. silakan diminum saat dahaga, o, anak lanang
yang melupa pulang. dahagamu menggenangi jalan
dan tumpah di senayan. ini airmata terus saja mengalir tapi tak mampu menyetir dan menyihir
pola pikirmu. seperti spiral, pikiranmu berputarputar di sekitar pusar. engkau
seperti pasar yang menjajakan makanan instan.
ini airmata bunda. perasan segala perasaan duka. o, anak perawan
yang merenda masa depan. kenapa engkau selalu saja berbincang tentang lelaki
penungang kuda yang akan menjemputmu ke istana? istana dihuni oleh orangorang
yang suka bergoyang. di istana mereka merayakan resepsi dan kenduri, purapura
bertanggung jawab kasus century.
ini airmata bunda. santaplah
kala kalian kehausan!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
RANJANG IBU
: balai sidang senayan
ranjang ibu semakin memanjang dan mengejang, anak pertama, nurani,
sibuk dengan teori bagaimana menghilangkan nyeri sendi dan sprei. anak
kedua, orasi, sibuk menebar janji di atas panjipanji partai yang merantai tangan ibu. anak
ketiga, operasi, setiap hari hanya memikirkan kencan di hotel mewah
untuk rapat kemudian merapat. anak keempat, koperasi, ngenes dan hampir mati
lantaran tak kuasa menyediakan pangan. anak kelima, pengelana, entah
merambah hutan atau lembah yang mana. ibu menjadi kejang-kejang
dan encoknya kambuh. anak-anak ibu sungguh tidak tahu cara terbaik
memanjakannya atau sekadar memanjatkan doa. wajah ibu adalah ranjang kusam
dan berantakan lantaran anak-anaknya bermain petak umpet di atasnya. anakanak ibu lasak
dan suka ribut, sehingga sprei itu semakin kusut. o, bapa angkasa
ibu pertiwi,
tragedi apalagi yang akan terjadi?
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(balai sidang senayan adalah ranjang ibu)
: balai sidang senayan
ranjang ibu semakin memanjang dan mengejang, anak pertama, nurani,
sibuk dengan teori bagaimana menghilangkan nyeri sendi dan sprei. anak
kedua, orasi, sibuk menebar janji di atas panjipanji partai yang merantai tangan ibu. anak
ketiga, operasi, setiap hari hanya memikirkan kencan di hotel mewah
untuk rapat kemudian merapat. anak keempat, koperasi, ngenes dan hampir mati
lantaran tak kuasa menyediakan pangan. anak kelima, pengelana, entah
merambah hutan atau lembah yang mana. ibu menjadi kejang-kejang
dan encoknya kambuh. anak-anak ibu sungguh tidak tahu cara terbaik
memanjakannya atau sekadar memanjatkan doa. wajah ibu adalah ranjang kusam
dan berantakan lantaran anak-anaknya bermain petak umpet di atasnya. anakanak ibu lasak
dan suka ribut, sehingga sprei itu semakin kusut. o, bapa angkasa
ibu pertiwi,
tragedi apalagi yang akan terjadi?
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(balai sidang senayan adalah ranjang ibu)
SUARA JALANAN DAN OPERA BINATANG
suara knalpot dan debu jalanan berlabuh di paruparu. kota, memanen
aneka kata yang berebut bicara. kata benda berdesak dengan kata kerja
saling banting dengan kata sifat. kulihat merah putih berkibar letih di tiang jemuran
dan aku merekamnya dengan handycam kusam. suara guruh di luar gedung
tersambung suara gemuruh di dalam gedung melengkung. suara berdengung
bagai lebah beterbangan mengitari merah putih yang letih di tiang jemuran.
aku kembali merekam otototot yang keluar dari lengan terkepal. saling dorong
menyorongkan gagasan, menyerongkan pesan. mereka bergerak saling mendesakkan
kepentingan. aku melihat kertaskertas suara yang dulu diberikan oleh rakyat
beterbangan di udara hampa. seekor garuda
melintas dan hinggap di dahan kamboja. lalu kelelawar, burung pemangsa
serigala, atau domba berlarian di lorong, kuda berganti warna. rumput mengering di kening
ilalang terus bergoyang melupa waktu sembahyang. merah putih tak letih
berkibar. garuda mengangkasa. penguasa melupa janjinya. rakyat
turun ke jalan menjadi debu.
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
suara knalpot dan debu jalanan berlabuh di paruparu. kota, memanen
aneka kata yang berebut bicara. kata benda berdesak dengan kata kerja
saling banting dengan kata sifat. kulihat merah putih berkibar letih di tiang jemuran
dan aku merekamnya dengan handycam kusam. suara guruh di luar gedung
tersambung suara gemuruh di dalam gedung melengkung. suara berdengung
bagai lebah beterbangan mengitari merah putih yang letih di tiang jemuran.
aku kembali merekam otototot yang keluar dari lengan terkepal. saling dorong
menyorongkan gagasan, menyerongkan pesan. mereka bergerak saling mendesakkan
kepentingan. aku melihat kertaskertas suara yang dulu diberikan oleh rakyat
beterbangan di udara hampa. seekor garuda
melintas dan hinggap di dahan kamboja. lalu kelelawar, burung pemangsa
serigala, atau domba berlarian di lorong, kuda berganti warna. rumput mengering di kening
ilalang terus bergoyang melupa waktu sembahyang. merah putih tak letih
berkibar. garuda mengangkasa. penguasa melupa janjinya. rakyat
turun ke jalan menjadi debu.
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
PUISI DAM DI KOMPAS.COM
DEKAP AKU KEKASIHKU
dekap aku dan jangan lepaskan
hirukpikuk jalanan menjajakan daging dalam deru nafas
terengah. aku tak mau daging yang hanya akan membusuk
dan uap baunya sampai ke api pembakaran
dekap aku dan jangan lepaskan
cericit binatang malam dan angin jahanam hanya menikam
kemaluan. aku tak mau malu yang terus memburu
tiap waktu. aku tak mau hanya menjajakan cumbu rayu
mengajak masuk di dalam semaksemak waktu
dekaplah aku dan jangan lepaskan
di pusat kota, di penat kata aku ingin rebah
mendesahkan namamu. merenda makna ada
dan tiada tanpa ada yang menggoda
dekaplah aku sepenuh dekap
dan jangan lepaskan pelukan sehangat genggam
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
dekap aku dan jangan lepaskan
hirukpikuk jalanan menjajakan daging dalam deru nafas
terengah. aku tak mau daging yang hanya akan membusuk
dan uap baunya sampai ke api pembakaran
dekap aku dan jangan lepaskan
cericit binatang malam dan angin jahanam hanya menikam
kemaluan. aku tak mau malu yang terus memburu
tiap waktu. aku tak mau hanya menjajakan cumbu rayu
mengajak masuk di dalam semaksemak waktu
dekaplah aku dan jangan lepaskan
di pusat kota, di penat kata aku ingin rebah
mendesahkan namamu. merenda makna ada
dan tiada tanpa ada yang menggoda
dekaplah aku sepenuh dekap
dan jangan lepaskan pelukan sehangat genggam
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MUNAJAT SAYAP
sayap yang memikat tumbuhlah
di tubuhku
lewat kepaknya ingin kunikmati sayatan
dan pahatan isyarat langit
sayap, bawalah aku mengangkasa
mengagumi singgasananya
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
sayap yang memikat tumbuhlah
di tubuhku
lewat kepaknya ingin kunikmati sayatan
dan pahatan isyarat langit
sayap, bawalah aku mengangkasa
mengagumi singgasananya
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
KALIGRAFI, HARI INI
seluas hati, hari ini aku tenggelamkan diri
di kedalaman kaligrafi. memahat huruf menjadi kata
sepenuh hayat. aku ingin merasakan kehanyutan
dalam buaian ayatayat. ratap yang menyayat
sepenuh pikat
kupahat hurufhuruf, kulukis tasawuf pada dinding hati
yang selalu merinding. aku hanyalah debu pada figura
yang kaupajang di dinding waktu. sebagai debu
aku ingin membasuh luka ditusuk sembilu
sembilanpuluhsembilan namamu
kaligrafi selalu memisteri. engkau berlari
setiap kali ingin kumengerti. engkau selalu hadir
mengusik tidur-jagaku pada malammalam padam lampu
bagaimana bisa aku membaca isyarat yang kau pahat
pada kelebat bayangmu?
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
seluas hati, hari ini aku tenggelamkan diri
di kedalaman kaligrafi. memahat huruf menjadi kata
sepenuh hayat. aku ingin merasakan kehanyutan
dalam buaian ayatayat. ratap yang menyayat
sepenuh pikat
kupahat hurufhuruf, kulukis tasawuf pada dinding hati
yang selalu merinding. aku hanyalah debu pada figura
yang kaupajang di dinding waktu. sebagai debu
aku ingin membasuh luka ditusuk sembilu
sembilanpuluhsembilan namamu
kaligrafi selalu memisteri. engkau berlari
setiap kali ingin kumengerti. engkau selalu hadir
mengusik tidur-jagaku pada malammalam padam lampu
bagaimana bisa aku membaca isyarat yang kau pahat
pada kelebat bayangmu?
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
KETIKA JARUM JAM LELEH
ketika jarum jam leleh dan lelah berdetak
tubuh lilin pun mengabu dalam kembaramu:
engkaulah kembaranku
ketika jarum jam leleh dan lelah berdetak
saat adalah segala sayat yang memahat tubuh:
engkaulah tempat berlabuh
saat tubuh lilin mengabu, ketika sayatan
dan pahatan merajah tubuh:
engkaukah rajaku?
jarum leleh, jam lelah berdetak
lilin mencair kembali ke asal sebagai alir
aku dan engkau terseret pusarannya
kembali ke pusara
makna
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
ketika jarum jam leleh dan lelah berdetak
tubuh lilin pun mengabu dalam kembaramu:
engkaulah kembaranku
ketika jarum jam leleh dan lelah berdetak
saat adalah segala sayat yang memahat tubuh:
engkaulah tempat berlabuh
saat tubuh lilin mengabu, ketika sayatan
dan pahatan merajah tubuh:
engkaukah rajaku?
jarum leleh, jam lelah berdetak
lilin mencair kembali ke asal sebagai alir
aku dan engkau terseret pusarannya
kembali ke pusara
makna
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
SERENADA CINTA
: spesial untukmu dan untuk-mu
senja tibatiba berkabut, kusebut namamu
dalam hening ranting kering. jemari waktu menuding
dikening. sajadah menghitam basah
dibasuh resah yang buncah. tapi aku mengerti
engkau menguji betapa warna sebuah hati
malam tiba mencengkam. engkau selalu memisteri
dalam isyarat kelam kelambu tidur-jagaku. angin risik
dan aku bergegas menangkap isyarat
dan bisik lembutnya. aku menangkap
dan menangkup dingin air. membasuh resah
di kedalaman sembah
pagi mendadak datang lagi. aku baru saja duduk
diaduk kecamuk. seperti nyamuk, aku pun terbang
menuju pulang untuk menemuimu. engkau telah siap
dan berucap: hisaplah aku sepenuh dekap
waktu berganti wahyu. engkau taburkan aneka tanda
di hamparan semesta. aku merayap memunguti tanda-tanda
kebesaranmu. pada jejak yang sesak oleh isak
kutemukan diriku terus menggapai puncak
cintamu!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
: spesial untukmu dan untuk-mu
senja tibatiba berkabut, kusebut namamu
dalam hening ranting kering. jemari waktu menuding
dikening. sajadah menghitam basah
dibasuh resah yang buncah. tapi aku mengerti
engkau menguji betapa warna sebuah hati
malam tiba mencengkam. engkau selalu memisteri
dalam isyarat kelam kelambu tidur-jagaku. angin risik
dan aku bergegas menangkap isyarat
dan bisik lembutnya. aku menangkap
dan menangkup dingin air. membasuh resah
di kedalaman sembah
pagi mendadak datang lagi. aku baru saja duduk
diaduk kecamuk. seperti nyamuk, aku pun terbang
menuju pulang untuk menemuimu. engkau telah siap
dan berucap: hisaplah aku sepenuh dekap
waktu berganti wahyu. engkau taburkan aneka tanda
di hamparan semesta. aku merayap memunguti tanda-tanda
kebesaranmu. pada jejak yang sesak oleh isak
kutemukan diriku terus menggapai puncak
cintamu!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
PADA JENDELA BASAH
pada jendela basah, kulukis resah wajah
waktu. asap mengepul dari cerobong mulut
dan jemari maut mengintai usai hujan rinai. jarum jam
tak lelah bertiktok pada jantungmu
yang melemah
pada jendela basah, kaukirim pesan singkat
yang sangat jelas maknanya. kaca mengembun
dan wajahmu meranum. tirai melambai
dan terasa ada yang tergadai
pada jendela basah, entah tangan siapa
menjulur mengulurkan kerinduan
yang gemetar. serupa bendera putih
tangan itu tak letih berkibar
mengabarkan gelisah kamar!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
pada jendela basah, kulukis resah wajah
waktu. asap mengepul dari cerobong mulut
dan jemari maut mengintai usai hujan rinai. jarum jam
tak lelah bertiktok pada jantungmu
yang melemah
pada jendela basah, kaukirim pesan singkat
yang sangat jelas maknanya. kaca mengembun
dan wajahmu meranum. tirai melambai
dan terasa ada yang tergadai
pada jendela basah, entah tangan siapa
menjulur mengulurkan kerinduan
yang gemetar. serupa bendera putih
tangan itu tak letih berkibar
mengabarkan gelisah kamar!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SEMIOTIKA RENCONG DAN KERIS
(deknong, harun, abdul razak, nadine, korban tsunami, korban gempa jogja)
rencong, bentuknya memang bengkong
tapi sama sekali tak ada makna serong. di dalam sarung keemasan
ia merenung. suatu saat matanya berkilat
dan siap menghancurkan siapa saja yang kufur
dan takabur. sesiapa akan dikubur apabila suka menabur benih
permusuhan
keris, bentuknya meliuk
tapi sama sekali tak ada makna pamer. pamornya
sembunyi di dalam sarung dan diselipkan di punggung
keris terbuat dari besi pilihan dan ditempa dengan rapal doa
adapun maknanya, ia akan selalu siaga dan terjaga
rencong dan keris memiliki jenis dan nama yang sama
ia berhias keindahan, kekuatan, dan keyakinan
ia tak pernah berkeliaran, kecuali musuh
menantang berhadapan
kusarungkan rencong
kusarangkan keris
di museum keabadian
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(deknong, harun, abdul razak, nadine, korban tsunami, korban gempa jogja)
rencong, bentuknya memang bengkong
tapi sama sekali tak ada makna serong. di dalam sarung keemasan
ia merenung. suatu saat matanya berkilat
dan siap menghancurkan siapa saja yang kufur
dan takabur. sesiapa akan dikubur apabila suka menabur benih
permusuhan
keris, bentuknya meliuk
tapi sama sekali tak ada makna pamer. pamornya
sembunyi di dalam sarung dan diselipkan di punggung
keris terbuat dari besi pilihan dan ditempa dengan rapal doa
adapun maknanya, ia akan selalu siaga dan terjaga
rencong dan keris memiliki jenis dan nama yang sama
ia berhias keindahan, kekuatan, dan keyakinan
ia tak pernah berkeliaran, kecuali musuh
menantang berhadapan
kusarungkan rencong
kusarangkan keris
di museum keabadian
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MALAM GERIMIS
(fakhrizal eka)
malam gerimis di taman budaya. sepotong
rembulan ditusuk ilalang. di rusuk adam
berkelindan harapan: berkobarlah api
bakar kebekuan!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(fakhrizal eka)
malam gerimis di taman budaya. sepotong
rembulan ditusuk ilalang. di rusuk adam
berkelindan harapan: berkobarlah api
bakar kebekuan!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
KABUT DI WAJAHMU, KEKASIH
(persembahan untukmu)
kabut yang menggayut di wajahmu, kekasih
maujud serpihan doa. di atas sajadah basah
kaubasuh butiran embun
yang netes pada pipi waktu
kabut itu kaurajut hingga malam larut. butiran
pesan yang kaukirim pada-nya mungkin nyangkut
di awan lalu menderas sebagai hujan
yang menyejukkan hatimu
kabut di wajahmu, kekasih
perlahan menguap lalu lenyap
bersama harap nan lindap kau kembali
menata dan menatap kelebat waktu
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(persembahan untukmu)
kabut yang menggayut di wajahmu, kekasih
maujud serpihan doa. di atas sajadah basah
kaubasuh butiran embun
yang netes pada pipi waktu
kabut itu kaurajut hingga malam larut. butiran
pesan yang kaukirim pada-nya mungkin nyangkut
di awan lalu menderas sebagai hujan
yang menyejukkan hatimu
kabut di wajahmu, kekasih
perlahan menguap lalu lenyap
bersama harap nan lindap kau kembali
menata dan menatap kelebat waktu
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
BULAN DAN BINTANG
(mahmud jauhari ali dan deknong kemalawati)
warisan melayu, alam terkembang jadi guru:
kita membaca rumput bergoyang
sepanjang siang. ilalang di belakang rumah
tak lelah berdesah: ina sholati wa nusuki...
lalu mawar melati tumbuh di hati
cericit burung adalah kumandang adzan
bersahutan. jauh melayang menembus awan
tak pernah jatuh gemanya, kecuali terus ngalir
di urat nadi.
rasakan degup-nya
bulan dan bintang
terlukis di dinding jantung
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(mahmud jauhari ali dan deknong kemalawati)
warisan melayu, alam terkembang jadi guru:
kita membaca rumput bergoyang
sepanjang siang. ilalang di belakang rumah
tak lelah berdesah: ina sholati wa nusuki...
lalu mawar melati tumbuh di hati
cericit burung adalah kumandang adzan
bersahutan. jauh melayang menembus awan
tak pernah jatuh gemanya, kecuali terus ngalir
di urat nadi.
rasakan degup-nya
bulan dan bintang
terlukis di dinding jantung
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MUSIM BUNGA
(arsyad indradi)
abah, bungabunga merekah
hati penuh lukisan kaligrafi. tak ada janji.
hanya pujapuji tengah wengi hingga subuh
meluruhkan bening embun yang hening
abah, musim bunga silih berganti
kita ronce harumnya menjadi manikmanik tasbih
dan jemari tiada henti meniti kilau-nya
abah, aneka bunga
percik pesona
mekar di sajadah cinta!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(arsyad indradi)
abah, bungabunga merekah
hati penuh lukisan kaligrafi. tak ada janji.
hanya pujapuji tengah wengi hingga subuh
meluruhkan bening embun yang hening
abah, musim bunga silih berganti
kita ronce harumnya menjadi manikmanik tasbih
dan jemari tiada henti meniti kilau-nya
abah, aneka bunga
percik pesona
mekar di sajadah cinta!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
ZIKIR DAUN DAN BUNGA
(balasan rama prabu)
tahukah?
daun dan bunga memiliki wajah
selalu tengadah mendedahkan risalah
dibalutan resah
tahukah?
daundaun merekah bersama bunga doa
angin mengasuhnya dalam dekapan
menjadikannya embun bergantung di daundaun
sepenuh senyum
tahukah?
daun dan bunga acap luruh terbantun
namun rekahnya menembus tahun
dan aroma nirwana terhirup dengan lembut
tangkai daun tangkai bunga
menyangga putik doa
menjadikannya buah
santaplah!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(balasan rama prabu)
tahukah?
daun dan bunga memiliki wajah
selalu tengadah mendedahkan risalah
dibalutan resah
tahukah?
daundaun merekah bersama bunga doa
angin mengasuhnya dalam dekapan
menjadikannya embun bergantung di daundaun
sepenuh senyum
tahukah?
daun dan bunga acap luruh terbantun
namun rekahnya menembus tahun
dan aroma nirwana terhirup dengan lembut
tangkai daun tangkai bunga
menyangga putik doa
menjadikannya buah
santaplah!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
FEBRUARI, HUJAN ITU
februari, hujan itu mengucur dari sembab matamu
deras ngalir memasuki selokan dan kelokan
hujan itu hanyalah ujian
seperti juga banjir dan anyir darah
semua menuju akhir
februari, hujan itu terasa menikam
dadamu. biarkan perasan perasaanmu njelma perahu
mengusung sampahsampah yang menyesak
di batinmu. biarkan atau bakarlah sampah itu
februari, hujan itu adalah anugerah
ia akan memberimu kesejukan lembah
merekahlah!
Bengel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
februari, hujan itu mengucur dari sembab matamu
deras ngalir memasuki selokan dan kelokan
hujan itu hanyalah ujian
seperti juga banjir dan anyir darah
semua menuju akhir
februari, hujan itu terasa menikam
dadamu. biarkan perasan perasaanmu njelma perahu
mengusung sampahsampah yang menyesak
di batinmu. biarkan atau bakarlah sampah itu
februari, hujan itu adalah anugerah
ia akan memberimu kesejukan lembah
merekahlah!
Bengel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MANISKU
(Faradina & Ula)
kucing dalam darah mengeong dengan resah
menjilatjilat bibir malam. ia ingin membuka rahasia
cinta dengan berjuta doa.
kucing dalam aortaku berontak. lasak. lari
menabrak dan masuk ke dalam gelap. mataku berkilau
serupa cahaya lampu yang berkelip
dalam dadamu.
seperti katakata ia melata, merayap, berkelebat
jalin-menjalin menjadi frasa
untai-menguntai menjadi wacana
terangkai jadi permata yang kukalungkan pada lehermu:
kekasih!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(Faradina & Ula)
kucing dalam darah mengeong dengan resah
menjilatjilat bibir malam. ia ingin membuka rahasia
cinta dengan berjuta doa.
kucing dalam aortaku berontak. lasak. lari
menabrak dan masuk ke dalam gelap. mataku berkilau
serupa cahaya lampu yang berkelip
dalam dadamu.
seperti katakata ia melata, merayap, berkelebat
jalin-menjalin menjadi frasa
untai-menguntai menjadi wacana
terangkai jadi permata yang kukalungkan pada lehermu:
kekasih!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
PERSONIFIKASI WAJAH
seperti inikah wajahmu:
lanskap dedaunan dan bebungaan
menawarkan manis senyuman di kesepian mencekam
menggariskan guratan jejak menuju taman
menghillang dikelam malam?
seperti inikah wajahmu:
anyaman batubatu rindu pada ibu
menebar aroma aura, jauh dari aurat
hanya memikirkan akhirat?
seperti inikah wajahmu:
tikus bermain dan beranakpinak di dalam selokan
sembunyi dari incaran kucing
berparas manis tetapi banyak maunya dan selalu
mencari celah lengah?
inikah wajah-mu?
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
seperti inikah wajahmu:
lanskap dedaunan dan bebungaan
menawarkan manis senyuman di kesepian mencekam
menggariskan guratan jejak menuju taman
menghillang dikelam malam?
seperti inikah wajahmu:
anyaman batubatu rindu pada ibu
menebar aroma aura, jauh dari aurat
hanya memikirkan akhirat?
seperti inikah wajahmu:
tikus bermain dan beranakpinak di dalam selokan
sembunyi dari incaran kucing
berparas manis tetapi banyak maunya dan selalu
mencari celah lengah?
inikah wajah-mu?
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SEMIOTIKA BURUNG
pada reranting berserak, anakanakku
bernyanyi serak. cuapcuap crit cit cericitnya
menggapai langit
sebagai garuda, aku selalu siap
membentangkan sayap
melindungi sesiapa yang kan menyergap
aku bukanlah pajangan
dalam genggaman kucengkeram
keyakinan!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
pada reranting berserak, anakanakku
bernyanyi serak. cuapcuap crit cit cericitnya
menggapai langit
sebagai garuda, aku selalu siap
membentangkan sayap
melindungi sesiapa yang kan menyergap
aku bukanlah pajangan
dalam genggaman kucengkeram
keyakinan!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
KETIKA BUKU TERBUKA
ketika buku terbuka, aku membaca wajah ibu
bersandar pada pendar pelangi di matamu
melesatkan sayapsayap doa ke angkasa
ketika buku terbuka, aku membaca cuaca
di raut wajahmu. tersenyumlah pada tandatanda
hujan. petir akan mengantar banjir di pipi kalian
dan di urat nadi ngalir dzikir yang menggerimiskan
perjalanan kembali
ketika buku terbuka, aku membaca
kelebat bayangmu menuju bukitbukit berkabut
seperti tangan maut yang merajut kalender
bertanggalan sesuai jadwal keberangkatan
demi kepulangan
ketika buku terbuka, kubaca arah
kompas penunjuk jalan
dan kerinduan yang rindang
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Kampus Oranye Jambi 2010
ketika buku terbuka, aku membaca wajah ibu
bersandar pada pendar pelangi di matamu
melesatkan sayapsayap doa ke angkasa
ketika buku terbuka, aku membaca cuaca
di raut wajahmu. tersenyumlah pada tandatanda
hujan. petir akan mengantar banjir di pipi kalian
dan di urat nadi ngalir dzikir yang menggerimiskan
perjalanan kembali
ketika buku terbuka, aku membaca
kelebat bayangmu menuju bukitbukit berkabut
seperti tangan maut yang merajut kalender
bertanggalan sesuai jadwal keberangkatan
demi kepulangan
ketika buku terbuka, kubaca arah
kompas penunjuk jalan
dan kerinduan yang rindang
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Kampus Oranye Jambi 2010
WAJAH IBU
pepohon rindang daun adalah engkau, ibu
tak lelah mengairi dan mengalirkan embun di musim kemarau
engkaulah, wajah yang bukan sekedar wajah
semata tengadah pada bulan merah jambu
sebisa pasrah pada buaian rindu
telaga warna adalah wajahmu, ibu
merenda kenangan menyulam riak
dan ombak kasih sayang. engkau ngalir
dalam nadi menjadi energi mewarnai pelangi
dangau persinggahan adalah juga wajahmu, ibu
sebuah tikar kesabaran tergelar
di altar persembahan
ibu ialah laut biru
di luas hatiku
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
pepohon rindang daun adalah engkau, ibu
tak lelah mengairi dan mengalirkan embun di musim kemarau
engkaulah, wajah yang bukan sekedar wajah
semata tengadah pada bulan merah jambu
sebisa pasrah pada buaian rindu
telaga warna adalah wajahmu, ibu
merenda kenangan menyulam riak
dan ombak kasih sayang. engkau ngalir
dalam nadi menjadi energi mewarnai pelangi
dangau persinggahan adalah juga wajahmu, ibu
sebuah tikar kesabaran tergelar
di altar persembahan
ibu ialah laut biru
di luas hatiku
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
PANORAMA SENJA
(buat sahabat batinku)
alam diamdiam menyediakan kearifan
sebelum matahari merendah, warna pelangi menari
mewarnai sanubari. angin mengendap
mengusap daundaun jati
bukit terkadang tersaput kabut
jalan pendakian terjal dan berbatu
sungai tak lelah menggericikkan bulir air
menuju ke muara atau ke laut
tempat segala cinta bertaut
saat matahari merendah
kabut bersujud di atas tanah basah
embun meneteskan kilaunya pada musim pancaroba
mendesahkan risalah dan berjuta kisah
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(buat sahabat batinku)
alam diamdiam menyediakan kearifan
sebelum matahari merendah, warna pelangi menari
mewarnai sanubari. angin mengendap
mengusap daundaun jati
bukit terkadang tersaput kabut
jalan pendakian terjal dan berbatu
sungai tak lelah menggericikkan bulir air
menuju ke muara atau ke laut
tempat segala cinta bertaut
saat matahari merendah
kabut bersujud di atas tanah basah
embun meneteskan kilaunya pada musim pancaroba
mendesahkan risalah dan berjuta kisah
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
PILKADA DAN PIL KOPLO
(untuk Rumah Puisi Jumardi Poetra)
"pilkada, pemilihan kepala daerah", katamu
senja itu. asap mengepul di cerobong mulutmulut berdebu
tas plastik dan selembar uang limapuluhribuan berhamburan
mencari alamat rakyat. suarasuara di panggung terbuka hanya berjanji
untuk diingkari. suara mereka adalah lagiu dangdut
bergoyang di tengah lapang dengan loudspeaker
memecahkan kesunyian
meresahkan binatang paraan
"pil koplo, adalah obat mujarab ketika rakyat muntah", jelasmu
di pasarpasar sembari berteriak "hayo siapa jauh mendekat.
siapa dekat merapat. siapa rapat kian terdekap"
di mata penjual obat, semuanya nomor satu
pil koplo yang dioplos dari berbagai macam obat
hanyalah racun yang membuat kepala puyeng
pilkada dan pil koplo, keduanya racun!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(untuk Rumah Puisi Jumardi Poetra)
"pilkada, pemilihan kepala daerah", katamu
senja itu. asap mengepul di cerobong mulutmulut berdebu
tas plastik dan selembar uang limapuluhribuan berhamburan
mencari alamat rakyat. suarasuara di panggung terbuka hanya berjanji
untuk diingkari. suara mereka adalah lagiu dangdut
bergoyang di tengah lapang dengan loudspeaker
memecahkan kesunyian
meresahkan binatang paraan
"pil koplo, adalah obat mujarab ketika rakyat muntah", jelasmu
di pasarpasar sembari berteriak "hayo siapa jauh mendekat.
siapa dekat merapat. siapa rapat kian terdekap"
di mata penjual obat, semuanya nomor satu
pil koplo yang dioplos dari berbagai macam obat
hanyalah racun yang membuat kepala puyeng
pilkada dan pil koplo, keduanya racun!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
DI DADA, WAKTU
di dada, waktu tumbuh menyemak
dan jejak sajak lupa kau simak. ia
meriwayatkan semesta, merekam
aneka kejadian.
di dada, waktu terus berbiak
pohon hayat mendedahkan aneka isyarat
ayatayat menyayat
atau keluh yang pekat
di dada, waktu terus berlalu
jemari tanganku tak lelah menangkap kelebatmu
mengabadikannya di kedalaman mimpimimpi indahmu
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
di dada, waktu tumbuh menyemak
dan jejak sajak lupa kau simak. ia
meriwayatkan semesta, merekam
aneka kejadian.
di dada, waktu terus berbiak
pohon hayat mendedahkan aneka isyarat
ayatayat menyayat
atau keluh yang pekat
di dada, waktu terus berlalu
jemari tanganku tak lelah menangkap kelebatmu
mengabadikannya di kedalaman mimpimimpi indahmu
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SERAUT WAJAH
seraut wajah, tengadah
ke langit. matanya ialah kejora
bibirnya rekah delima
suaranya desah dari lembah
seraut wajah, merunduk ke bumi
hatinya ialah sungai, perasaannya gelora samodera
suara batinnya semerbak melati
damba dan pintanya: sorga
seraut wajah, diabadikan sejarah
diabdikan pada cinta merekah
seraut wajah, pasrah
sajadah menghitam basah
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
seraut wajah, tengadah
ke langit. matanya ialah kejora
bibirnya rekah delima
suaranya desah dari lembah
seraut wajah, merunduk ke bumi
hatinya ialah sungai, perasaannya gelora samodera
suara batinnya semerbak melati
damba dan pintanya: sorga
seraut wajah, diabadikan sejarah
diabdikan pada cinta merekah
seraut wajah, pasrah
sajadah menghitam basah
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
ISTRIKU
istriku, nurani
tak pernah bisa tidur
ia berjaga di kasur di dapur di sumur
sepanjang umur
istriku, nurani
suka memasak kenangan
merebus kehangatan
menanak hati
istriku, nurani
hadir di muka kelir
sampai cerita berakhir
Benegkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
istriku, nurani
tak pernah bisa tidur
ia berjaga di kasur di dapur di sumur
sepanjang umur
istriku, nurani
suka memasak kenangan
merebus kehangatan
menanak hati
istriku, nurani
hadir di muka kelir
sampai cerita berakhir
Benegkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SAJAK PERAHU
perahu perahan jiwaku melaju menujumu, kekasih
berselancar di kedalaman debar kerinduan
kecipak air membasuh jiwa resah
basah pula harap nan lindap
pada tiang layar angin gemetar
engkau kian samar dan aku serupa camar
yang menggelepar
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
perahu perahan jiwaku melaju menujumu, kekasih
berselancar di kedalaman debar kerinduan
kecipak air membasuh jiwa resah
basah pula harap nan lindap
pada tiang layar angin gemetar
engkau kian samar dan aku serupa camar
yang menggelepar
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
LANSKAP, WAJAH GADISKU
gadisku bersandar pada kelebat waktu
dipandangnya rupa bianglala, sepenuh dunia maya
pada matanya berpijar kejora dan tarian ramarama
selalu menyebut sembilanpuluhsembilan nama
pada garisgaris tegas petak umpet
yang sembunyikan kelincahan masa kanak
ia pandangi ambang senja
rumah bertangga peangi
gadisku
alam perawan
penuh keindahan
(hanya lukisan di angan)
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
gadisku bersandar pada kelebat waktu
dipandangnya rupa bianglala, sepenuh dunia maya
pada matanya berpijar kejora dan tarian ramarama
selalu menyebut sembilanpuluhsembilan nama
pada garisgaris tegas petak umpet
yang sembunyikan kelincahan masa kanak
ia pandangi ambang senja
rumah bertangga peangi
gadisku
alam perawan
penuh keindahan
(hanya lukisan di angan)
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
METAMORFOSA (2)
keluar goa pertapa, kupukupu
hinggap pada dahan waktu
melekatkan telur pada bilur
mengasuh kepompong pada musimmusim
pancaroba
keluar rumah ibadah, kau kembali
menjelma serigala berbulu rayu
tiap waktu sembunyikan taring di balik dinding
peradaban
keluar ruang sidang, kau kembali
menjulurkan lidahlidah penuh getah
menyulap gelisah yang melulu membuncah
kau memilih menjadi sederet kata
memenuhi dunia maya
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
keluar goa pertapa, kupukupu
hinggap pada dahan waktu
melekatkan telur pada bilur
mengasuh kepompong pada musimmusim
pancaroba
keluar rumah ibadah, kau kembali
menjelma serigala berbulu rayu
tiap waktu sembunyikan taring di balik dinding
peradaban
keluar ruang sidang, kau kembali
menjulurkan lidahlidah penuh getah
menyulap gelisah yang melulu membuncah
kau memilih menjadi sederet kata
memenuhi dunia maya
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
DI PUNGGUNG BUKIT
duduk di atas undakan peradaban
bukitbukit tersaput kabut
hanya punggungmu bergaris
meriwayatkan gerimis
panorama alam benda direnda jadi wacana
dipuja oleh siapa saja
kecuali pejalan sunyi, sendiri
menganyam puisi dan membacanya di batas kata
yang menggigilkan makna
di punggung bukit kurakit kesaksian
sepenuh erang
kesakitan
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
duduk di atas undakan peradaban
bukitbukit tersaput kabut
hanya punggungmu bergaris
meriwayatkan gerimis
panorama alam benda direnda jadi wacana
dipuja oleh siapa saja
kecuali pejalan sunyi, sendiri
menganyam puisi dan membacanya di batas kata
yang menggigilkan makna
di punggung bukit kurakit kesaksian
sepenuh erang
kesakitan
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
BINATANG
kami tak pernah pelihara kucing
tapi tiap hari kucing tetangga berak dan kencing
sembarangan!
mereka beranakpinak, berbiak
lalu berteriak di atas genteng
lari dan sembunyi untuk berteriak lagi
tikustiikus tak tersentuh
cicakcicak di dinding masih meracau
parau
dasar anjing
lha ngising di atas piring
kan bikin pusing?
terkadang datang tak diundang
musang, biawak, kodok, ayam kampung
ulahnya bikin canggung!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
kami tak pernah pelihara kucing
tapi tiap hari kucing tetangga berak dan kencing
sembarangan!
mereka beranakpinak, berbiak
lalu berteriak di atas genteng
lari dan sembunyi untuk berteriak lagi
tikustiikus tak tersentuh
cicakcicak di dinding masih meracau
parau
dasar anjing
lha ngising di atas piring
kan bikin pusing?
terkadang datang tak diundang
musang, biawak, kodok, ayam kampung
ulahnya bikin canggung!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
METAMORFOSIS
kubawa buku, tapi bukan wahyu
wajah waktu terlukis sebagai grafiti
pada dinding imaji
serupa burung, aku merenung
orangorang terkurung sarung, terbelit jarit
menjeritkan nganga luka
kau berjanji dan bernyanyi, seperti iklan televisi
penuh gerak dan gelak
tapi tak berpihak. sesiapa merasa diinjakinjak
perih kehidupan makin tampak
menggelegak di dada, luka
"dada, selamat tinggal" ujarmu berlalu
meniti kabelkabel yang ruwet
membahasakan peradaban
kubaca buku, nganga luka itu
juga tetesan darah, meriwayatkan genangan kenangan
gunung kecemasan
gaung kekecewaan
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
wajah waktu terlukis sebagai grafiti
pada dinding imaji
serupa burung, aku merenung
orangorang terkurung sarung, terbelit jarit
menjeritkan nganga luka
kau berjanji dan bernyanyi, seperti iklan televisi
penuh gerak dan gelak
tapi tak berpihak. sesiapa merasa diinjakinjak
perih kehidupan makin tampak
menggelegak di dada, luka
"dada, selamat tinggal" ujarmu berlalu
meniti kabelkabel yang ruwet
membahasakan peradaban
kubaca buku, nganga luka itu
juga tetesan darah, meriwayatkan genangan kenangan
gunung kecemasan
gaung kekecewaan
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
BERANDA BANDARA DAN KIBARAN BENDERA
bandara, beranda
tak sekadar kata. pada dinding kaca
kita membaca arah ke angkasa
di beranda bandara, budaya
semestinya tak seperti buaya. merayu sesiapa
dengan deras airmata
kepalsuan semata
beranda senja
membuka tirai waktu yang berkibar seperti bendera
matahari dan matahati, keduanya
hidup dalam degup
bersandar di beranda budaya
tak perlu bercadar. kesabaran
ialah sayapsayap doa mengangkasa
seperti pesawat yang melesat
di kedalaman hitungan jam
Bengkel Puisi Swadaaya Mandiri, Jambi 2010
bandara, beranda
tak sekadar kata. pada dinding kaca
kita membaca arah ke angkasa
di beranda bandara, budaya
semestinya tak seperti buaya. merayu sesiapa
dengan deras airmata
kepalsuan semata
beranda senja
membuka tirai waktu yang berkibar seperti bendera
matahari dan matahati, keduanya
hidup dalam degup
bersandar di beranda budaya
tak perlu bercadar. kesabaran
ialah sayapsayap doa mengangkasa
seperti pesawat yang melesat
di kedalaman hitungan jam
Bengkel Puisi Swadaaya Mandiri, Jambi 2010
CINTA, SELAMANYA
cinta, selamanya
hanya bisa disebut
dibalut kabut
cinta, selamanya
berbunga nirwana
tapi juga bertangkai neraka
cinta, selamanya
seperti udara memberi nafas
gelora yang mengombak di dada
cinta, selamanya
hanya memberi dan tak meminta
sesiapa yang memberi akan menikmati
sesiapa yang hanya mendamba akan menderita
cinta, selamanya
terasa menyiksa
lukanya seluas samudera
nikmatinya menembus angkasa
cinta, selamanya
tak pernah bertanya
tak pernah tersesat di rimba gelap
cinta, selamanya
menyelam di kedalaman rasa
cinta
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
cinta, selamanya
hanya bisa disebut
dibalut kabut
cinta, selamanya
berbunga nirwana
tapi juga bertangkai neraka
cinta, selamanya
seperti udara memberi nafas
gelora yang mengombak di dada
cinta, selamanya
hanya memberi dan tak meminta
sesiapa yang memberi akan menikmati
sesiapa yang hanya mendamba akan menderita
cinta, selamanya
terasa menyiksa
lukanya seluas samudera
nikmatinya menembus angkasa
cinta, selamanya
tak pernah bertanya
tak pernah tersesat di rimba gelap
cinta, selamanya
menyelam di kedalaman rasa
cinta
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
ISTRIKU MENANAM BELATI (BUKAN MELATI)
istriku menanam belati ketika pesawat televisi nyala sepanjang hari
tak bosan menjajakan iklan dengan selingan berita derita bangsa
yang mengancam dengan otototot rambo
yang menyesatkan anakanak dengan cerita cinta
atau drakula
istriku menanam belati ketika orangorang kesetanan
memuja jin dan dukun yang bau kemenyan
matanya berkilat melihat mantra penggoda iman
istriku menanam belati
dan matanya berkilat saat anggota parlemen
suka ngunyah permen karet membicarakan dirinya sendiri
beretorika membela rakyat tanpa etika dan tatakrama
padahal kursi juga yang diincarnya
istriku menanam belati
ketika timbangan keadilan sungguh tak seimbang
berkilat matanya melihat kesenjangan
dan aneka permainan sulapan
istriku menanam belati
ia tak bisa nyanyi "sudah bebas negeri kita"
tapi sangat memahami mewahnya penjara
dan liarnya para penjarah
istriku, ialah nurani
yang setiap saat siap menyayat sesiapa saja
matanya berkilau ketika kata tak seiring perbuatan
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
istriku menanam belati ketika pesawat televisi nyala sepanjang hari
tak bosan menjajakan iklan dengan selingan berita derita bangsa
yang mengancam dengan otototot rambo
yang menyesatkan anakanak dengan cerita cinta
atau drakula
istriku menanam belati ketika orangorang kesetanan
memuja jin dan dukun yang bau kemenyan
matanya berkilat melihat mantra penggoda iman
istriku menanam belati
dan matanya berkilat saat anggota parlemen
suka ngunyah permen karet membicarakan dirinya sendiri
beretorika membela rakyat tanpa etika dan tatakrama
padahal kursi juga yang diincarnya
istriku menanam belati
ketika timbangan keadilan sungguh tak seimbang
berkilat matanya melihat kesenjangan
dan aneka permainan sulapan
istriku menanam belati
ia tak bisa nyanyi "sudah bebas negeri kita"
tapi sangat memahami mewahnya penjara
dan liarnya para penjarah
istriku, ialah nurani
yang setiap saat siap menyayat sesiapa saja
matanya berkilau ketika kata tak seiring perbuatan
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
DI BERANDA KATA, SENJA
di beranda kata, senja
berwarna. kita sama duduk
diaduk kecamuk. menafsirkan gurindam
yang kaukirim semalam
di beranda kata, senja
penuh aroma. kita berdua
tersihir berjuta kata, bunyibunyi
misteri makna mantra
di beranda kata, senja
bertabur makna. kita saling tatap
di kedalaman kata yang melindap. kata
dan makna dan kekuatan bersilancar
di kedalaman debar
di beranda kata, senja
sepenuh doa. tahta
wanita dan cinta mengombak
di dada
sepenuh cerita!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
di beranda kata, senja
berwarna. kita sama duduk
diaduk kecamuk. menafsirkan gurindam
yang kaukirim semalam
di beranda kata, senja
penuh aroma. kita berdua
tersihir berjuta kata, bunyibunyi
misteri makna mantra
di beranda kata, senja
bertabur makna. kita saling tatap
di kedalaman kata yang melindap. kata
dan makna dan kekuatan bersilancar
di kedalaman debar
di beranda kata, senja
sepenuh doa. tahta
wanita dan cinta mengombak
di dada
sepenuh cerita!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MEMBACA WAJAH CINTA
kueja segala wajah kata sifat lewat tabiat
kueja segala wajah kata benda lewat berhala
kueja segala wajah kata kerja lewat karya
sajadah menghitam basah
gairah resah membuncah
kukenali wajah isyarat
pada ayatayat
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
kueja segala wajah kata sifat lewat tabiat
kueja segala wajah kata benda lewat berhala
kueja segala wajah kata kerja lewat karya
sajadah menghitam basah
gairah resah membuncah
kukenali wajah isyarat
pada ayatayat
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MENYUNTING WAKTU
kau bertanya, untuk apa kalian menungguku?
aku akan hadir dan mengalir
menyihir mereka yang terlena
aku ada bersama saat orangorang merasa tersayat
kemudian melayat langit dengan ratap tangis gerimis
meratap dengan doa penuh damba
melaratkan harap dan cemas yang netes sepanjang ruang
aku akan datang melenggang
menyapu sesiapa yang ragu
menggilas sesiapa yang malas
tapi jangan cemas, aku juga mengantarkanmu meraih emas
aku datang hanya untuk kembali pulang
sekali melenggang dan bergoyang
demi masa
orangorang bertandang
dan berkubang
atau sekadar berkabung
meratapi atau mensyukuri kelebatku!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
kau bertanya, untuk apa kalian menungguku?
aku akan hadir dan mengalir
menyihir mereka yang terlena
aku ada bersama saat orangorang merasa tersayat
kemudian melayat langit dengan ratap tangis gerimis
meratap dengan doa penuh damba
melaratkan harap dan cemas yang netes sepanjang ruang
aku akan datang melenggang
menyapu sesiapa yang ragu
menggilas sesiapa yang malas
tapi jangan cemas, aku juga mengantarkanmu meraih emas
aku datang hanya untuk kembali pulang
sekali melenggang dan bergoyang
demi masa
orangorang bertandang
dan berkubang
atau sekadar berkabung
meratapi atau mensyukuri kelebatku!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SIMPHONI HARI VALENTINE
sepasang kupukupu,kau dan aku
hadir dan mengalir di tengah shimponi musimmusim semi
dewi amor menatap lanskap keindahan alam
angin mengendap senyap
hinggap pada sayapsayap
kau dan aku melaratkan harap dalam nada-nada memikat
“ajari aku satu makna, cinta”
sepasang kupukupu,kau dan aku
hadir dan mengalir di tengah shimponi musimmusim semi
dewi amor menatap lanskap keindahan alam
angin mengendap senyap
hinggap pada sayapsayap
kau dan aku melaratkan harap dalam nada-nada memikat
“ajari aku satu makna, cinta”
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MEMPELAI SENJA
: Arsyad Indradi dan Diha
selendang pelangi
jampijampi setanggi
isyarat langit yang wingit
mewarna di senja bianglala
kalian duduk di beranda
diaduk semacam gelora
langit pesta warna
dan berjuta bunga semerbakan aroma
aku melihat kejora
bingkai katakata
aku melawat langit
dan meminta penuh damba:
beri aku satu kata, setia
taburi aku satu kata, cinta
lumuri aku satu karya penuh magma makna!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
: Arsyad Indradi dan Diha
selendang pelangi
jampijampi setanggi
isyarat langit yang wingit
mewarna di senja bianglala
kalian duduk di beranda
diaduk semacam gelora
langit pesta warna
dan berjuta bunga semerbakan aroma
aku melihat kejora
bingkai katakata
aku melawat langit
dan meminta penuh damba:
beri aku satu kata, setia
taburi aku satu kata, cinta
lumuri aku satu karya penuh magma makna!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
JANUARI 2010
kalender bertanggalan
tiap detik menitiklah darah kepedihan
waktu melesat
menyayat pohonpohon hayat
grafiti dan kaligrafi
mengabadikan puisi
orangorang lahir
mengalir di kedalaman pemaknaan
sampan dan perahu melaju di hati
mengusung keranda duka
jalan penuh pendakian dan tikungan
di puncak tanjakan januari terkapar
sendirian
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi Akhir Januari 2010
kalender bertanggalan
tiap detik menitiklah darah kepedihan
waktu melesat
menyayat pohonpohon hayat
grafiti dan kaligrafi
mengabadikan puisi
orangorang lahir
mengalir di kedalaman pemaknaan
sampan dan perahu melaju di hati
mengusung keranda duka
jalan penuh pendakian dan tikungan
di puncak tanjakan januari terkapar
sendirian
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi Akhir Januari 2010
28 JANUARI 2010
100 HARI PUISI JALANAN
puisi ini lahir di jalanan
di tengah orangorang mengejar matahari
keringat netes. tanahtanah rekah. aspal leleh
resah. waktu. teronggok sebagai sampah
(siapakah telah bersumpah kemudian enyah?
siapakah telah berjanji lalu mengingkari?)
di depan istana
kita bersama mencari makna 100 hari
mempertanyakan kinerja dan pesona citra
di trotoar berasap, di selokan yang mampet
kita teriakkan kesejahteraan rakyat
mimbar telah terbakar di belukar jiwa
namun rumah-amanah kokoh berpagar!
di depan gedung melengkung
kita bahasakan amanat derita rakyat
suarasuara membentur dinding dan instalasi gedung rakyat
siapa saja merapat, merayap, dan siap menyergap
namun wakilwakil rakyat tak pernah mau membaca gelagat
di depan gedung keuangan
kita hanya menemukan karikatur dolar dan rupiah
yang kemudian raib menuju entah
di peradilan
kita tidak menemukan dewi keadilan
timbangan demi timbangan tak sanggup mengukur keseimbangan
maklar kasus, tikustikus, jejaring labalaba membiak
sepanjang loronglorong kehidupan
puisi ini di jalanan buntu
orangorang terus mengejar matahari
keringat netes di tanahtanah rekah
resah teronggok sebagai sampah
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2010
100 HARI PUISI JALANAN
puisi ini lahir di jalanan
di tengah orangorang mengejar matahari
keringat netes. tanahtanah rekah. aspal leleh
resah. waktu. teronggok sebagai sampah
(siapakah telah bersumpah kemudian enyah?
siapakah telah berjanji lalu mengingkari?)
di depan istana
kita bersama mencari makna 100 hari
mempertanyakan kinerja dan pesona citra
di trotoar berasap, di selokan yang mampet
kita teriakkan kesejahteraan rakyat
mimbar telah terbakar di belukar jiwa
namun rumah-amanah kokoh berpagar!
di depan gedung melengkung
kita bahasakan amanat derita rakyat
suarasuara membentur dinding dan instalasi gedung rakyat
siapa saja merapat, merayap, dan siap menyergap
namun wakilwakil rakyat tak pernah mau membaca gelagat
di depan gedung keuangan
kita hanya menemukan karikatur dolar dan rupiah
yang kemudian raib menuju entah
di peradilan
kita tidak menemukan dewi keadilan
timbangan demi timbangan tak sanggup mengukur keseimbangan
maklar kasus, tikustikus, jejaring labalaba membiak
sepanjang loronglorong kehidupan
puisi ini di jalanan buntu
orangorang terus mengejar matahari
keringat netes di tanahtanah rekah
resah teronggok sebagai sampah
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2010
WAJAH PUISI, HARI INI
: buat pemahat makna
kata bergegas menjalin frasa
merenda makna
berkelindan dengan keindahan
ia lahir dari rahim kehidupan
tumbuh dalam asuhan kasih sayang
kadang ia melambaikan isyarat gerak, warna, dan angka
atau menggoda suasana
ia berkelana masuk ke dalam hutan dan lembah
merambah jalan pendakian dan tikungantikungan
dan kadang tersesat atau terkesiap
membaca jejak sajak yang penuh sesak
sebuah sajak tergeletak
tak perlu isak
beri aku satu yang paling tuak!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
: buat pemahat makna
kata bergegas menjalin frasa
merenda makna
berkelindan dengan keindahan
ia lahir dari rahim kehidupan
tumbuh dalam asuhan kasih sayang
kadang ia melambaikan isyarat gerak, warna, dan angka
atau menggoda suasana
ia berkelana masuk ke dalam hutan dan lembah
merambah jalan pendakian dan tikungantikungan
dan kadang tersesat atau terkesiap
membaca jejak sajak yang penuh sesak
sebuah sajak tergeletak
tak perlu isak
beri aku satu yang paling tuak!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
100 HARI KEMATIAN PUISI
(memperingati 100 hari kematian nurani)
100 hari kinerja kabinet yang raportnya merah adalah elegi
100 kali kinerja pansus century hanyalah tragedi
rendra dan gus dur yang digusur adalah puisi
aku tidak menemukan puisi sejak jutaan penyair meledakkan puisi
di udara terbuka, di cuaca bertuba:
siapa saja merekayasa kata
mereka memuja kata benda seraya memahat kata sifat pada jidat
mereka meninggalkan kata kerja, tersebab cuma percuma
di atas garis khatulistiwa, seluas pulau nusantara
terbentang pantaipantai landai, tempat ombak terbantai
pada lengkung langit, cakrawala enggan bicara satuan makna
di tengah gemuruh riak dan ombak camarcamar gemetar pada tiang layar
aneka warna bendera pun berkibar di kedalaman debar
aku ingin jadi dewa ruci, mendengar bisik di telinga sendiri
aku ingin menyendiri, jadi diri sendiri
aku ingin menulis puisi
(pada peringatan 100 hari kematian nurani
lahir 1 puisi melalui operasi)
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
(memperingati 100 hari kematian nurani)
100 hari kinerja kabinet yang raportnya merah adalah elegi
100 kali kinerja pansus century hanyalah tragedi
rendra dan gus dur yang digusur adalah puisi
aku tidak menemukan puisi sejak jutaan penyair meledakkan puisi
di udara terbuka, di cuaca bertuba:
siapa saja merekayasa kata
mereka memuja kata benda seraya memahat kata sifat pada jidat
mereka meninggalkan kata kerja, tersebab cuma percuma
di atas garis khatulistiwa, seluas pulau nusantara
terbentang pantaipantai landai, tempat ombak terbantai
pada lengkung langit, cakrawala enggan bicara satuan makna
di tengah gemuruh riak dan ombak camarcamar gemetar pada tiang layar
aneka warna bendera pun berkibar di kedalaman debar
aku ingin jadi dewa ruci, mendengar bisik di telinga sendiri
aku ingin menyendiri, jadi diri sendiri
aku ingin menulis puisi
(pada peringatan 100 hari kematian nurani
lahir 1 puisi melalui operasi)
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
TENTANG PENULIS
Dimas Arika Mihardja adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Jogjakarta 3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003). Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta. Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan: bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. Alamat Rumah: Jln. Kapt. Pattimura No. 42 RT 34 Kenali Besar, Kotabaru, Jambi 36129. e-mail: dimasarikmihardja@yahoo.co.id. atau dimasmihardja@gmail.com, HP 08127378325.
Langganan:
Postingan (Atom)