Kamis, 24 Februari 2011

INONG BALLE, SUI LAN, YESSIKA, DAN NYI GONDOSULI

[ sebuah kisah imajiner di negeri kata-kata]


INONG BALEE bergegas ke ruang ganti pakaian. Ia kenakan jilbab warna kesayangannya. Ia selipkan rencong di pinggangnya lalu bergegas menemui sahabat-sahabatnya di ujung jalan. Di ujung jalan itu NYI GONDOSULI menggeraikan rambut peraknya. Matanya seperti biasa memancarkan kejora. Persis di hadapannya berdiri SUI LAN dan YESSIKA. Mereka bersiap menuju medan laga, menyebarkan virus cinta.

"Jauh tualang kutempuh, kaki melepuh, pikiran kumuh, ke manakah pelabuhan tempat berlabuh?" SUI LAN mulai membuka bibirnya yang mungil dan menyenandungkan nafas perjalanan di medan perjuangan mendapatkan cinta sejati.  NYI GONDOSOLI tersenyum dikulum. Pemikirannya selalu ranum dan dengan mudah tercium dari beberapa tombak jaraknya. YESSIKA, seperti biasa, diam merenung sedikit murung.

INONG BALEE yang tergolong paling muda lalu tak mau ketinggalan melontarkan gagasannya, " menatap mulut lorong ini  aku dengar lolong  menyisir lekukliku rindu yang rindang; memasuki ruang gelap semalaman aku meraba kelam, mabuk di celah bukit dan lembah yang basah lalu terasa ada desah pasrah; aku  pun terbang di sela stalagtit dan stalakgit menebar berjuta magnit melangitkan cinta rindu, menggigilkan rasa girang yang rindang; mulai kupahami kini  hidup dari lorong ke lorong dari rahim  ke rahim-Nya."

NYI GONDOSULI yang mengaku sebagai anaknya SUTO KLUTUK lalu mengucapkan mantra-mantra saktinya sembari merentangkan kedua tangannya; " honocoroko hidupku, dotosowolo tekadku, podojoyonyo arahku, mogobotongo matiku". Angin lalu berkesiur memporandakan rambut NYI GONDOSULI yang berwarna perak. YESSIKA, SUI LAN, dan INONG BALEE lalu tergerak mengikuti langkah demi langkah di belakang NYI GONDUSULI. Mereka berjalan menuju lembah, melewati sawah-sawah, menyusuri aliran sungai hingga sampai ke muara du mulut samodera. Di pesisir pantai mereka lalu melukis warna cinta di butir-butir pasir. Mereka amat menikmati saat lukisan cinta itu dijilat lidah ombak hingga pelan terhapus.

Mereka berempat hakikatnya ialah empat mata angin: Barat, Selatan, Timur, dan Utara. INONG BALEE datang dari Barat, YESSIKA berasal dari Selatan, NYI GONDOSULI dari arah Utra, dan SUI LAN berasal dari Timur. Empat kiblat ini tak terpisahkan dari ekosistem, saling melengkapi dan saling memerlukan satu diantara yang lainnya. Begitu menyebut INONG BALLE, maka akan terikut NYI GONDOSULI, SUI LAN, dan YESSIKA. Begitu, dan seterusnya. Satu halyang membuat dan menjadikan kekuatan mereka ialah cinta. Cintalah yang mengasuh dan membesarkan mereka.

SUI LAN kembali menemukan kata-kata "Pada Sebuah Taman", kemudian dinyanyikan serupa nyayian seribu burung, "Biarkan katupan mata menyatakan gairah bunga yang menyimpan rahasia kekasih. Betapa jeritan kecil dari tisp kuntum,ada tebaran wangi. Dalambisikan angin burung-burung pada mabuk meluruhkan senja. Luruhlah sepi sampai tetes terakhir kerinduanku. Bila sudah tidak jingga lagi dedaunan dan bayang cinta pun fana, aku masih di sini sebab antara kita tak pernah ada sangsi."

Lalu NYI GONDOSULI kembali melantunkan kata-kata yang memiliki kekuatan mantra, "Sejuta bunga, sejuta aroma, selalu setia pada kata: Cinta. April menyimpan gigil, ritualan memanggil sang resi,sang wiku,sang pertapa andika yang berdiri di gapura terimalah tembang jiwa tuk warih gemericik daya menepis sungkawa, sudah sun dengar semuanya: gurit langit tembang dendang doa mantera tabir kabur jadi terang, teduh damai segala rimba gunung dan padang."

Sembari memandang riak dan ombak lautan yang bergelora, INONG BALLE pun turut menjadi saksi " ketika kita terhuyung-huyung dalam goncangan panjang, ketika kita bersidekap rapat dengan bumki,  ketika kita tak pernah tahu tanah rekah, air laut surut berdepa-depa, ketika ia menjulurkan lidahnya ke angkasa, ikan-ikan menggelepar,pasir-pasir mengering, rumput laut tak sembunyi di balik karang, lalu sebagian dari kita berhamburan ke tengah pasir, silau oleh gemerlap sisik ikan, bagai kunang-kunang yang mabuk cahaya,seakan bara siap mengharumkannya, perut sejengkal sudah sehasta, berbongkah-bongkah daging merah, gerah menari di lidahnya..."

YESSIKA berjalan menuju karang lalu dari mulutnya meloncat baris-baris syair ini:" lalu sepi menyileti dan nyeri ngucap kalimat tobat; hati kembali suci terkafani; sepikat cinta, sepekat noda dosa kembali memisteri : lorong di hidung menafaskan hidup; lolong di sepanjang lorong jalan dan gang mengejang mengajak pulang ke asal mula lorong: a   l   a   n   g   k   a   h           p   a   n   j   a   n   g   lolong di lorong ini saat senyap kembali mengerjap dan menyergap!

EMPAT KIBLAT, empat mata angin telah merapat di pesisir pantai. Riak dan ombak terus bergerak. Ombak berkembang menjadi gelombang dan mereka tak henti menyanyikan kasih sayang sepanjang tualang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar