Sabtu, 19 Februari 2011

PUISI DAM DI KOMPAS.COM

DEKAP AKU KEKASIHKU

dekap aku dan jangan lepaskan
hirukpikuk jalanan menjajakan daging dalam deru nafas
terengah. aku tak mau daging yang hanya akan membusuk
dan uap baunya sampai ke api pembakaran

dekap aku dan jangan lepaskan
cericit binatang malam dan angin jahanam hanya menikam
kemaluan. aku tak mau malu yang terus memburu
tiap waktu. aku tak mau hanya menjajakan cumbu rayu
mengajak masuk di dalam semaksemak waktu

dekaplah aku dan jangan lepaskan
di pusat kota, di penat kata aku ingin rebah
mendesahkan namamu. merenda makna ada
dan tiada tanpa ada yang menggoda
dekaplah aku sepenuh dekap
dan jangan lepaskan pelukan sehangat genggam


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


MUNAJAT SAYAP

sayap yang memikat tumbuhlah
di tubuhku

lewat kepaknya ingin kunikmati sayatan
dan pahatan isyarat langit

sayap, bawalah aku mengangkasa
mengagumi singgasananya


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



KALIGRAFI, HARI INI

seluas hati, hari ini aku tenggelamkan diri
di kedalaman kaligrafi. memahat huruf menjadi kata
sepenuh hayat. aku ingin merasakan kehanyutan
dalam buaian ayatayat. ratap yang menyayat
sepenuh pikat

kupahat hurufhuruf, kulukis tasawuf pada dinding hati
yang selalu merinding. aku hanyalah debu pada figura
yang kaupajang di dinding waktu. sebagai debu
aku ingin membasuh luka ditusuk sembilu
sembilanpuluhsembilan namamu

kaligrafi selalu memisteri. engkau berlari
setiap kali ingin kumengerti. engkau selalu hadir
mengusik tidur-jagaku pada malammalam padam lampu
bagaimana bisa aku membaca isyarat yang kau pahat
pada kelebat bayangmu?


Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010

KETIKA JARUM JAM LELEH


ketika jarum jam leleh dan lelah berdetak
tubuh lilin pun mengabu dalam kembaramu:
engkaulah kembaranku

ketika jarum jam leleh dan lelah berdetak
saat adalah segala sayat yang memahat tubuh:
engkaulah tempat berlabuh

saat tubuh lilin mengabu, ketika sayatan
dan pahatan merajah tubuh:
engkaukah rajaku?

jarum leleh, jam lelah berdetak
lilin mencair kembali ke asal sebagai alir
aku dan engkau terseret pusarannya
kembali ke pusara
makna


Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010

SERENADA CINTA
: spesial untukmu dan untuk-mu

senja tibatiba berkabut, kusebut namamu
dalam hening ranting kering. jemari waktu menuding
dikening. sajadah menghitam basah
dibasuh resah yang buncah. tapi aku mengerti
engkau menguji betapa warna sebuah hati

malam tiba mencengkam. engkau selalu memisteri
dalam isyarat kelam kelambu tidur-jagaku. angin risik
dan aku bergegas menangkap isyarat
dan bisik lembutnya. aku menangkap
dan menangkup dingin air. membasuh resah
di kedalaman sembah

pagi mendadak datang lagi. aku baru saja duduk
diaduk kecamuk. seperti nyamuk, aku pun terbang
menuju pulang untuk menemuimu. engkau telah siap
dan berucap: hisaplah aku sepenuh dekap

waktu berganti wahyu. engkau taburkan aneka tanda
di hamparan semesta. aku merayap memunguti tanda-tanda
kebesaranmu. pada jejak yang sesak oleh isak
kutemukan diriku terus menggapai puncak
cintamu!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



PADA JENDELA BASAH


pada jendela basah, kulukis resah wajah
waktu. asap mengepul dari cerobong mulut
dan jemari maut mengintai usai hujan rinai. jarum jam
tak lelah bertiktok pada jantungmu
yang melemah

pada jendela basah, kaukirim pesan singkat
yang sangat jelas maknanya. kaca mengembun
dan wajahmu meranum. tirai melambai
dan terasa ada yang tergadai

pada jendela basah, entah tangan siapa
menjulur mengulurkan kerinduan
yang gemetar. serupa bendera putih
tangan itu tak letih berkibar
mengabarkan gelisah kamar!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



SEMIOTIKA RENCONG DAN KERIS
(deknong, harun, abdul razak, nadine, korban tsunami, korban gempa jogja)


rencong, bentuknya memang bengkong
tapi sama sekali tak ada makna serong. di dalam sarung keemasan
ia merenung. suatu saat matanya berkilat
dan siap menghancurkan siapa saja yang kufur
dan takabur. sesiapa akan dikubur apabila suka menabur benih
permusuhan

keris, bentuknya meliuk
tapi sama sekali tak ada makna pamer. pamornya
sembunyi di dalam sarung dan diselipkan di punggung
keris terbuat dari besi pilihan dan ditempa dengan rapal doa
adapun maknanya, ia akan selalu siaga dan terjaga

rencong dan keris memiliki jenis dan nama yang sama
ia berhias keindahan, kekuatan, dan keyakinan
ia tak pernah berkeliaran, kecuali musuh
menantang berhadapan

kusarungkan rencong
kusarangkan keris
di museum keabadian

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

MALAM GERIMIS
(fakhrizal eka)


malam gerimis di taman budaya. sepotong
rembulan ditusuk ilalang. di rusuk adam
berkelindan harapan: berkobarlah api
bakar kebekuan!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



KABUT DI WAJAHMU, KEKASIH
(persembahan untukmu)

kabut yang menggayut di wajahmu, kekasih
maujud serpihan doa. di atas sajadah basah
kaubasuh butiran embun
yang netes pada pipi waktu

kabut itu kaurajut hingga malam larut. butiran
pesan yang kaukirim pada-nya mungkin nyangkut
di awan lalu menderas sebagai hujan
yang menyejukkan hatimu

kabut di wajahmu, kekasih
perlahan menguap lalu lenyap
bersama harap nan lindap kau kembali
menata dan menatap kelebat waktu

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

BULAN DAN BINTANG
(mahmud jauhari ali dan deknong kemalawati)

warisan melayu, alam terkembang jadi guru:
kita membaca rumput bergoyang
sepanjang siang. ilalang di belakang rumah
tak lelah berdesah: ina sholati wa nusuki...

lalu mawar melati tumbuh di hati

cericit burung adalah kumandang adzan
bersahutan. jauh melayang menembus awan
tak pernah jatuh gemanya, kecuali terus ngalir
di urat nadi.

rasakan degup-nya

bulan dan bintang
terlukis di dinding jantung

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



MUSIM BUNGA
(arsyad indradi)

abah, bungabunga merekah
hati penuh lukisan kaligrafi. tak ada janji.
hanya pujapuji tengah wengi hingga subuh
meluruhkan bening embun yang hening

abah, musim bunga silih berganti
kita ronce harumnya menjadi manikmanik tasbih
dan jemari tiada henti meniti kilau-nya

abah, aneka bunga
percik pesona
mekar di sajadah cinta!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

ZIKIR DAUN DAN BUNGA
(balasan rama prabu)

tahukah?
daun dan bunga memiliki wajah
selalu tengadah mendedahkan risalah
dibalutan resah

tahukah?
daundaun merekah bersama bunga doa
angin mengasuhnya dalam dekapan
menjadikannya embun bergantung di daundaun
sepenuh senyum

tahukah?
daun dan bunga acap luruh terbantun
namun rekahnya menembus tahun
dan aroma nirwana terhirup dengan lembut

tangkai daun tangkai bunga
menyangga putik doa
menjadikannya buah

santaplah!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

FEBRUARI, HUJAN ITU

februari, hujan itu mengucur dari sembab matamu
deras ngalir memasuki selokan dan kelokan
hujan itu hanyalah ujian
seperti juga banjir dan anyir darah
semua menuju akhir

februari, hujan itu terasa menikam
dadamu. biarkan perasan perasaanmu njelma perahu
mengusung sampahsampah yang menyesak
di batinmu. biarkan atau bakarlah sampah itu

februari, hujan itu adalah anugerah
ia akan memberimu kesejukan lembah
merekahlah!


Bengel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

MANISKU
(Faradina & Ula)

kucing dalam darah mengeong dengan resah
menjilatjilat bibir malam. ia ingin membuka rahasia
cinta dengan berjuta doa.

kucing dalam aortaku berontak. lasak. lari
menabrak dan masuk ke dalam gelap. mataku berkilau
serupa cahaya lampu yang berkelip
dalam dadamu.

seperti katakata ia melata, merayap, berkelebat
jalin-menjalin menjadi frasa
untai-menguntai menjadi wacana
terangkai jadi permata yang kukalungkan pada lehermu:
kekasih!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



PERSONIFIKASI WAJAH

seperti inikah wajahmu:
lanskap dedaunan dan bebungaan
menawarkan manis senyuman di kesepian mencekam
menggariskan guratan jejak menuju taman
menghillang dikelam malam?

seperti inikah wajahmu:
anyaman batubatu rindu pada ibu
menebar aroma aura, jauh dari aurat
hanya memikirkan akhirat?

seperti inikah wajahmu:
tikus bermain dan beranakpinak di dalam selokan
sembunyi dari incaran kucing
berparas manis tetapi banyak maunya dan selalu
mencari celah lengah?

inikah wajah-mu?


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

SEMIOTIKA BURUNG

pada reranting berserak, anakanakku
bernyanyi serak. cuapcuap crit cit cericitnya
menggapai langit

sebagai garuda, aku selalu siap
membentangkan sayap
melindungi sesiapa yang kan menyergap

aku bukanlah pajangan
dalam genggaman kucengkeram
keyakinan!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



KETIKA BUKU TERBUKA

ketika buku terbuka, aku membaca wajah ibu
bersandar pada pendar pelangi di matamu
melesatkan sayapsayap doa ke angkasa

ketika buku terbuka, aku membaca cuaca
di raut wajahmu. tersenyumlah pada tandatanda
hujan. petir akan mengantar banjir di pipi kalian
dan di urat nadi ngalir dzikir yang menggerimiskan
perjalanan kembali

ketika buku terbuka, aku membaca
kelebat bayangmu menuju bukitbukit berkabut
seperti tangan maut yang merajut kalender
bertanggalan sesuai jadwal keberangkatan
demi kepulangan

ketika buku terbuka, kubaca arah
kompas penunjuk jalan
dan kerinduan yang rindang

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Kampus Oranye Jambi 2010

WAJAH IBU

pepohon rindang daun adalah engkau, ibu
tak lelah mengairi dan mengalirkan embun di musim kemarau
engkaulah, wajah yang bukan sekedar wajah
semata tengadah pada bulan merah jambu
sebisa pasrah pada buaian rindu

telaga warna adalah wajahmu, ibu
merenda kenangan menyulam riak
dan ombak kasih sayang. engkau ngalir
dalam nadi menjadi energi mewarnai pelangi

dangau persinggahan adalah juga wajahmu, ibu
sebuah tikar kesabaran tergelar
di altar persembahan

ibu ialah laut biru
di luas hatiku

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

PANORAMA SENJA
(buat sahabat batinku)

alam diamdiam menyediakan kearifan
sebelum matahari merendah, warna pelangi menari
mewarnai sanubari. angin mengendap
mengusap daundaun jati

bukit terkadang tersaput kabut
jalan pendakian terjal dan berbatu
sungai tak lelah menggericikkan bulir air
menuju ke muara atau ke laut
tempat segala cinta bertaut

saat matahari merendah
kabut bersujud di atas tanah basah
embun meneteskan kilaunya pada musim pancaroba
mendesahkan risalah dan berjuta kisah

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

PILKADA DAN PIL KOPLO
(untuk Rumah Puisi Jumardi Poetra)

"pilkada, pemilihan kepala daerah", katamu
senja itu. asap mengepul di cerobong mulutmulut berdebu
tas plastik dan selembar uang limapuluhribuan berhamburan
mencari alamat rakyat. suarasuara di panggung terbuka hanya berjanji
untuk diingkari. suara mereka adalah lagiu dangdut
bergoyang di tengah lapang dengan loudspeaker
memecahkan kesunyian
meresahkan binatang paraan

"pil koplo, adalah obat mujarab ketika rakyat muntah", jelasmu
di pasarpasar sembari berteriak "hayo siapa jauh mendekat.
siapa dekat merapat. siapa rapat kian terdekap"
di mata penjual obat, semuanya nomor satu
pil koplo yang dioplos dari berbagai macam obat
hanyalah racun yang membuat kepala puyeng

pilkada dan pil koplo, keduanya racun!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


DI DADA, WAKTU

di dada, waktu tumbuh menyemak
dan jejak sajak lupa kau simak. ia
meriwayatkan semesta, merekam
aneka kejadian.

di dada, waktu terus berbiak
pohon hayat mendedahkan aneka isyarat
ayatayat menyayat
atau keluh yang pekat

di dada, waktu terus berlalu
jemari tanganku tak lelah menangkap kelebatmu
mengabadikannya di kedalaman mimpimimpi indahmu


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

SERAUT WAJAH

seraut wajah, tengadah
ke langit. matanya ialah kejora
bibirnya rekah delima
suaranya desah dari lembah

seraut wajah, merunduk ke bumi
hatinya ialah sungai, perasaannya gelora samodera
suara batinnya semerbak melati
damba dan pintanya: sorga

seraut wajah, diabadikan sejarah
diabdikan pada cinta merekah
seraut wajah, pasrah
sajadah menghitam basah

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



ISTRIKU

istriku, nurani
tak pernah bisa tidur
ia berjaga di kasur di dapur di sumur
sepanjang umur

istriku, nurani
suka memasak kenangan
merebus kehangatan
menanak hati

istriku, nurani
hadir di muka kelir
sampai cerita berakhir


Benegkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

SAJAK PERAHU

perahu perahan jiwaku melaju menujumu, kekasih
berselancar di kedalaman debar kerinduan

kecipak air membasuh jiwa resah
basah pula harap nan lindap

pada tiang layar angin gemetar
engkau kian samar dan aku serupa camar
yang menggelepar


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



LANSKAP, WAJAH GADISKU

gadisku bersandar pada kelebat waktu
dipandangnya rupa bianglala, sepenuh dunia maya
pada matanya berpijar kejora dan tarian ramarama
selalu menyebut sembilanpuluhsembilan nama

pada garisgaris tegas petak umpet
yang sembunyikan kelincahan masa kanak
ia pandangi ambang senja
rumah bertangga peangi

gadisku
alam perawan
penuh keindahan
(hanya lukisan di angan)

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

METAMORFOSA (2)

keluar goa pertapa, kupukupu
hinggap pada dahan waktu
melekatkan telur pada bilur
mengasuh kepompong pada musimmusim
pancaroba

keluar rumah ibadah, kau kembali
menjelma serigala berbulu rayu
tiap waktu sembunyikan taring di balik dinding
peradaban

keluar ruang sidang, kau kembali
menjulurkan lidahlidah penuh getah
menyulap gelisah yang melulu membuncah
kau memilih menjadi sederet kata
memenuhi dunia maya

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



DI PUNGGUNG BUKIT

duduk di atas undakan peradaban
bukitbukit tersaput kabut
hanya punggungmu bergaris
meriwayatkan gerimis

panorama alam benda direnda jadi wacana
dipuja oleh siapa saja
kecuali pejalan sunyi, sendiri
menganyam puisi dan membacanya di batas kata
yang menggigilkan makna

di punggung bukit kurakit kesaksian
sepenuh erang
kesakitan


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

BINATANG

kami tak pernah pelihara kucing
tapi tiap hari kucing tetangga berak dan kencing
sembarangan!

mereka beranakpinak, berbiak
lalu berteriak di atas genteng
lari dan sembunyi untuk berteriak lagi
tikustiikus tak tersentuh
cicakcicak di dinding masih meracau
parau

dasar anjing
lha ngising di atas piring
kan bikin pusing?

terkadang datang tak diundang
musang, biawak, kodok, ayam kampung
ulahnya bikin canggung!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010




METAMORFOSIS
kubawa buku, tapi bukan wahyu
wajah waktu terlukis sebagai grafiti
pada dinding imaji

serupa burung, aku merenung
orangorang terkurung sarung, terbelit jarit
menjeritkan nganga luka

kau berjanji dan bernyanyi, seperti iklan televisi
penuh gerak dan gelak
tapi tak berpihak. sesiapa merasa diinjakinjak
perih kehidupan makin tampak
menggelegak di dada, luka

"dada, selamat tinggal" ujarmu berlalu
meniti kabelkabel yang ruwet
membahasakan peradaban

kubaca buku, nganga luka itu
juga tetesan darah, meriwayatkan genangan kenangan
gunung kecemasan
gaung kekecewaan

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



BERANDA BANDARA DAN KIBARAN BENDERA


bandara, beranda
tak sekadar kata. pada dinding kaca
kita membaca arah ke angkasa

di beranda bandara, budaya
semestinya tak seperti buaya. merayu sesiapa
dengan deras airmata
kepalsuan semata

beranda senja
membuka tirai waktu yang berkibar seperti bendera
matahari dan matahati, keduanya
hidup dalam degup

bersandar di beranda budaya
tak perlu bercadar. kesabaran
ialah sayapsayap doa mengangkasa
seperti pesawat yang melesat
di kedalaman hitungan jam

Bengkel Puisi Swadaaya Mandiri, Jambi 2010



CINTA, SELAMANYA

cinta, selamanya
hanya bisa disebut
dibalut kabut

cinta, selamanya
berbunga nirwana
tapi juga bertangkai neraka

cinta, selamanya
seperti udara memberi nafas
gelora yang mengombak di dada

cinta, selamanya
hanya memberi dan tak meminta
sesiapa yang memberi akan menikmati
sesiapa yang hanya mendamba akan menderita

cinta, selamanya
terasa menyiksa
lukanya seluas samudera
nikmatinya menembus angkasa

cinta, selamanya
tak pernah bertanya
tak pernah tersesat di rimba gelap

cinta, selamanya
menyelam di kedalaman rasa
cinta


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



ISTRIKU MENANAM BELATI (BUKAN MELATI)


istriku menanam belati ketika pesawat televisi nyala sepanjang hari
tak bosan menjajakan iklan dengan selingan berita derita bangsa
yang mengancam dengan otototot rambo
yang menyesatkan anakanak dengan cerita cinta
atau drakula

istriku menanam belati ketika orangorang kesetanan
memuja jin dan dukun yang bau kemenyan
matanya berkilat melihat mantra penggoda iman

istriku menanam belati
dan matanya berkilat saat anggota parlemen
suka ngunyah permen karet membicarakan dirinya sendiri
beretorika membela rakyat tanpa etika dan tatakrama
padahal kursi juga yang diincarnya

istriku menanam belati
ketika timbangan keadilan sungguh tak seimbang
berkilat matanya melihat kesenjangan
dan aneka permainan sulapan

istriku menanam belati
ia tak bisa nyanyi "sudah bebas negeri kita"
tapi sangat memahami mewahnya penjara
dan liarnya para penjarah

istriku, ialah nurani
yang setiap saat siap menyayat sesiapa saja
matanya berkilau ketika kata tak seiring perbuatan

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



DI BERANDA KATA, SENJA

di beranda kata, senja
berwarna. kita sama duduk
diaduk kecamuk. menafsirkan gurindam
yang kaukirim semalam

di beranda kata, senja
penuh aroma. kita berdua
tersihir berjuta kata, bunyibunyi
misteri makna mantra

di beranda kata, senja
bertabur makna. kita saling tatap
di kedalaman kata yang melindap. kata
dan makna dan kekuatan bersilancar
di kedalaman debar

di beranda kata, senja
sepenuh doa. tahta
wanita dan cinta mengombak
di dada
sepenuh cerita!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

MEMBACA WAJAH CINTA


kueja segala wajah kata sifat lewat tabiat
kueja segala wajah kata benda lewat berhala
kueja segala wajah kata kerja lewat karya

sajadah menghitam basah
gairah resah membuncah

kukenali wajah isyarat
pada ayatayat



Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



MENYUNTING WAKTU

kau bertanya, untuk apa kalian menungguku?
aku akan hadir dan mengalir
menyihir mereka yang terlena
aku ada bersama saat orangorang merasa tersayat
kemudian melayat langit dengan ratap tangis gerimis
meratap dengan doa penuh damba
melaratkan harap dan cemas yang netes sepanjang ruang

aku akan datang melenggang
menyapu sesiapa yang ragu
menggilas sesiapa yang malas
tapi jangan cemas, aku juga mengantarkanmu meraih emas
aku datang hanya untuk kembali pulang
sekali melenggang dan bergoyang

demi masa
orangorang bertandang
dan berkubang
atau sekadar berkabung
meratapi atau mensyukuri kelebatku!


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

SIMPHONI HARI VALENTINE


sepasang kupukupu,kau dan aku
hadir dan mengalir di tengah shimponi musimmusim semi
dewi amor menatap lanskap keindahan alam
angin mengendap senyap
hinggap pada sayapsayap

kau dan aku melaratkan harap dalam nada-nada memikat

“ajari aku satu makna, cinta”

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



MEMPELAI SENJA
: Arsyad Indradi dan Diha

selendang pelangi
jampijampi setanggi
isyarat langit yang wingit
mewarna di senja bianglala

kalian duduk di beranda
diaduk semacam gelora
langit pesta warna
dan berjuta bunga semerbakan aroma

aku melihat kejora
bingkai katakata

aku melawat langit
dan meminta penuh damba:
beri aku satu kata, setia
taburi aku satu kata, cinta
lumuri aku satu karya penuh magma makna!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010

JANUARI 2010

kalender bertanggalan
tiap detik menitiklah darah kepedihan

waktu melesat
menyayat pohonpohon hayat

grafiti dan kaligrafi
mengabadikan puisi

orangorang lahir
mengalir di kedalaman pemaknaan

sampan dan perahu melaju di hati
mengusung keranda duka

jalan penuh pendakian dan tikungan
di puncak tanjakan januari terkapar
sendirian

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi Akhir Januari 2010

28 JANUARI 2010
100 HARI PUISI JALANAN

puisi ini lahir di jalanan
di tengah orangorang mengejar matahari
keringat netes. tanahtanah rekah. aspal leleh
resah. waktu. teronggok sebagai sampah

(siapakah telah bersumpah kemudian enyah?
siapakah telah berjanji lalu mengingkari?)

di depan istana
kita bersama mencari makna 100 hari
mempertanyakan kinerja dan pesona citra
di trotoar berasap, di selokan yang mampet
kita teriakkan kesejahteraan rakyat
mimbar telah terbakar di belukar jiwa
namun rumah-amanah kokoh berpagar!

di depan gedung melengkung
kita bahasakan amanat derita rakyat
suarasuara membentur dinding dan instalasi gedung rakyat
siapa saja merapat, merayap, dan siap menyergap
namun wakilwakil rakyat tak pernah mau membaca gelagat

di depan gedung keuangan
kita hanya menemukan karikatur dolar dan rupiah
yang kemudian raib menuju entah

di peradilan
kita tidak menemukan dewi keadilan
timbangan demi timbangan tak sanggup mengukur keseimbangan
maklar kasus, tikustikus, jejaring labalaba membiak
sepanjang loronglorong kehidupan

puisi ini di jalanan buntu
orangorang terus mengejar matahari
keringat netes di tanahtanah rekah
resah teronggok sebagai sampah


Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2010



WAJAH PUISI, HARI INI
: buat pemahat makna

kata bergegas menjalin frasa
merenda makna
berkelindan dengan keindahan

ia lahir dari rahim kehidupan
tumbuh dalam asuhan kasih sayang
kadang ia melambaikan isyarat gerak, warna, dan angka
atau menggoda suasana

ia berkelana masuk ke dalam hutan dan lembah
merambah jalan pendakian dan tikungantikungan
dan kadang tersesat atau terkesiap
membaca jejak sajak yang penuh sesak

sebuah sajak tergeletak
tak perlu isak
beri aku satu yang paling tuak!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



100 HARI KEMATIAN PUISI
(memperingati 100 hari kematian nurani)

100 hari kinerja kabinet yang raportnya merah adalah elegi
100 kali kinerja pansus century hanyalah tragedi
rendra dan gus dur yang digusur adalah puisi

aku tidak menemukan puisi sejak jutaan penyair meledakkan puisi
di udara terbuka, di cuaca bertuba:
siapa saja merekayasa kata
mereka memuja kata benda seraya memahat kata sifat pada jidat
mereka meninggalkan kata kerja, tersebab cuma percuma

di atas garis khatulistiwa, seluas pulau nusantara
terbentang pantaipantai landai, tempat ombak terbantai
pada lengkung langit, cakrawala enggan bicara satuan makna
di tengah gemuruh riak dan ombak camarcamar gemetar pada tiang layar
aneka warna bendera pun berkibar di kedalaman debar

aku ingin jadi dewa ruci, mendengar bisik di telinga sendiri
aku ingin menyendiri, jadi diri sendiri
aku ingin menulis puisi

(pada peringatan 100 hari kematian nurani
lahir 1 puisi melalui operasi)

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


TENTANG PENULIS
Dimas Arika Mihardja adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Jogjakarta 3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003). Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta. Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan: bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. Alamat Rumah: Jln. Kapt. Pattimura No. 42 RT 34 Kenali Besar, Kotabaru, Jambi 36129. e-mail: dimasarikmihardja@yahoo.co.id. atau dimasmihardja@gmail.com, HP 08127378325.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar